Title | : | Cinta Bukan Cokelat |
Author | : | |
Rating | : | |
ISBN | : | - |
ISBN-10 | : | 9789792121810 |
Language | : | Indonesian |
Format Type | : | Paperback |
Number of Pages | : | 127 |
Publication | : | Published January 1, 2009 |
Cinta Bukan Cokelat Reviews
-
Judul Buku : Cinta Bukan Cokelat
Penulis : Saras Dewi
Penerbit : KANISIUS
Halaman Isi : 127 halaman, 15 x 15 cm
Jenis : Filsafat
Cetakan I, 2009
Tidak akan ada habisnya bila kita berbicara mengenai CINTA. Banyak penafsiran yang bisa kita tuangkan di dalam mendefinisikan arti sebuah kata tersebut. Reaksi yang ditimbulkan cinta bagaikan zat yang sedang berpijar dalam proses reaksi kimia oksidasi eksotermal secara berantai walau kadang ketika reaksi itu berlebihan akan mengakibatkan pecahnya kepingan-kepingan benda yang berada di dalamnya semacam flash over. Ketika seseorang jatuh cinta maka cinta mampu membuat seseorang terbang dan larut dalam angannya yang begitu indah dan ketika disentuh oleh cinta maka ia mampu mengubah seseorang menjadi pujangga. Namun, di sisi lain tidak sedikit cinta mampu membuat seseorang jatuh dan mengakhiri hidupnya hanya dengan seutas tali atau sebilah pisau. Begitulah cinta, tergantung bagaimana seseorang menyikapinya dalam manis pahit kehidupan.
Cinta Bukan Cokelat merupakan sebuah buku yang membuat (baca: memaksa) kita untuk berpikir filosofis. Sebelum lebih jauh membedah isi dari buku ini. Saya mengajak pembaca untuk menelusuri tiap tepi buku ini secara mendalam.
Buku ini memiliki desain yang biasa beberapa batang cokelat, setangkai mawar, dan beberapa baris semut namun memiliki makna yang tidak biasa. Mengapa? Karena barisan semut itu berjalan bukan menuju tumpukan cokelat melainkan pada setangkai mawar. Apa yang terjadi? Apakah semut sekarang lebih doyan bunga ketimbang cokelat? (Tentu saja bukan) Saya yakin pembaca paham apa makna dari bahasa simbol tersebut. Tidak banyak cover design sebuah buku yang menawarkan sebuah perumpamaan yang mendalam dengan simbol yang tidak wajar.
Selain itu, penulis yang cerdas ini juga menghadirkan beberapa fotografi yang menjadi simbol dalam setiap bab tulisannya. Misal, pada bab pertama yang berjudul Filsafat Cinta penulis menampilkan sebuah fotografi dengan objek sepatu. Membaca bab pertama buku ini, penulis mengajak kita menjelajah dunia filsafat khususnya dengan tema cinta. Penulis meminta kita untuk berpikir ke dalam cara berpikir orang-orang filsuf. Bagaimana cara mereka memandang cinta, bagaimana mengurai cinta untuk menemukan simpul yang mampu mengartikan cinta itu sendiri. Secara tidak langsung kita akan berpikir melalui sepatu orang lain, melalui cara berpikir orang lain.
Beralih ke dalam bahasan buku ini, gaya bahasa penulis sangat ringan dan mudah untuk dimengerti. Seperti yang dituliskan penulis dalam bab pertamanya,
Fisalafat cinta? Makhluk apa gerangan itu? Lariii…! Tunggu dulu, tunggu dulu, jangan langsung kabur gara-gara dengar kata filsafat….
Dalam kata pengantarnya ada sebuah pernyataan yang cukup mengesankan dan patut kita resapi,
…orang lebih terobsesi dengan simbol cinta dibandingkan dengan pengalaman cinta itu sendiri. Cinta bukan semata-mata cinta seperti sebaris puisi, atau cinta yang kita tonton di bioskop, tetapi cinta yang penuh dengan upaya, penantian, dan tantangan.
Benar sekali apa yang dituliskan penulis, bahwa kita, manusia lebih terobsesi dengan “simbol”. Contoh kecilnya adalah perayaan hari Valentine, padahal cinta bukan sekadar satu hari perayaan Valentine (Untuk pembahasan lebih jauh mengenai hari Valentine dan sikap apa yang sebaiknya kita ambil akan dibahas lebih lanjut). Namun, pernyataan penulis ini menurut saya masih belum cukup mewakilkan karena bisa mengandung makna bias bagi pembaca. Walau pada umumnya cinta sejati memang memerlukan upaya, penantian dan pasti aka nada tantanga. Menjadi pertanyaan adalah, kepada siapa cinta sejati itu ditujukan?
Dalam bab Filsafat Cinta penulis menyuguhkan definisi-definisi cinta menurut pengertian para filosof. Plato dengan konsep “belahan jiwa”-nya yang menjelaskan bahwa sesungguhnya jiwa manusia tercipta di dunia ini selalu berpasangan. Kemudian Stendhal yang mengatakan bahwa cinta ituseperti kekuatan sihir, dalam sekejap menggelapkan akal dan membuat orang yang waras langsung menjadi lovesick atau mabuk cinta. Soren Kierkgaard, inspirasinya berawal dari pengalaman pribadinya sendiri, penderitaan adalah bagian paling penting ketika kita ingin mengenali cinta dan dari pengalamannya ini pula ia menyimpulkan bahwa cinta membuat kita ingin menjadi manusia yang lebih baik. Terkahir adalah Erich Fromm, mengusung tema cinta sebagai kemerdekaan. Erich Fromm dengan tegas menentang segala konsep cinta yang tidak rasionalis seperti fantasia tau idealism Plato. Love is about learning to be compatible, bagi Fromm saat kita mencintai seseorang, maka sudah sepatutnya kekaish kita adalah sahabat terbaik kita. kendati cinta itu bisa membuat kita mabuk kepayang, ada satu momen di mana kita harus membuka mata dan menjernihkan akal: be reasonable! Pandangan-pandangan filosof mengenai cinta seperti yang saya rangkum di atas mungkin pernah kita alami, namun belum tentu apa yang mereka utarakan di atas adalah solusi yang benar dalam menyikapi cinta. Pilihan tetap berada di tangan kita para pencinta, tetapi dalam cinta ada sebuah tujuan, ada sebuah misi yang tidak mudah, ada peraturan dalam setiap kebebasannya.
Selain definisi-definisi cinta, penulis juga menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam meneropong sebuah cinta. Dua hal yang dicari melalui sains, pertama adalah mengenai cinta pada mamlia, apa hanya homo sapiens alias manusia saja yang tahu jatuh cinta? Kemudian yang kedua adalah secara ilmiah apakah ada jawaban mengapa manusia sering selingkuh? Pada bab ini kita juga akan menemukan zat kimia dalam otak yang ternyata memiliki peran dalam proses jatuh cinta.
Jatuh cinta merupakan kemampuan manusia untuk membuat criteria distinktif tentang tipe orang yang kita sukai. Setelah menemukan beberapa orang yang sesuai dengan criteria, memilih salah satu dan memfokuskan diri dengan satu pilihan itu.
Dalam tulisan itu penulis menggambarkan arti dari sebuah cinta yang polimory atau poly amore. Manusia memiliki naluri yang salah satunya adalah naluri untuk melestarikan keturunan (baca: naluri ketertarikan terhadap lawan jenis). Tidak salah bila manusia cenderung memiliki sikap polimori ini.
Bab ketiga adalah bab yang cukup menarik untuk dibahas. Sejarah berdarah yang patut untuk kita simak yang selama ini perayaannya diumbar-umbar oleh para remaja, padahal bila kita telaah dan menimbangnya ke dalam pemikiran yang konkrit maka dapat disimpulkan bahwa perayaan tersebut bukanlah perayaan yang patut untuk dielu-elukan.
Dalam bab Membongkar Valentin penulis menuliskan sejarah seorang Santo Valentinus pada masa kekaisaran Claudius yang sedang mengalami masa-masa peperangan yang keras dan mewajibkan para remaja untuk wajib militer. Para orang tua khawatir dengan anak mereka menentang Claudius dengan menikahkan anak-anak mereka hingga Claudius murka dan melarang adanya pernikahan. Santo Valentinus menjadi imam bagi para rakyat yang bertentangan dengan Claudius hingga Santo Valentinus mengakhiri hidupnya pada sebuah eksekusi mati. Rakyat yang mengikuti Valentinus menjadikan hari kematiannya sebagai hari Valentin yang dianggap sebagai bapak kasih sayang. Sehingga diartikan hari tersebut sebagai hari kasih sayang. (Lebih jauh mengenai perayaan Hari Valentine dibahas pada tulisan lainnya)*
Akhirnya kita memasuki bab akhir dari buku ini. Penulis memberikan kesimpulan atas penjelajahan panjang mengenai cinta. dari mitologi, filsafat, antropologi, hingga sains. Bab ibi berjudul Cinta itu Universal. Penulis menyatakan bahwa menikmati cinta tidak saja manusia lintas bahasa, budaya, bangsa, ras, dan etnis, tapi juga spesies hewan mamlia lainnya. Martin luther King mengatakan, Love is the only force capable of transforming an enemy into friend. Dalam bab ini penulis juga menjelaskan makna cinta dan bagaimana cinta dalam setiap agama, baik Hindu, Buddha, Islam, dan Kristen.
Penulis menutup buku ini dengan memberikan semangat kepada pembaca dengan perkataan bijaknya,
Hiduplah untuk cinta, isilah kehidupanmu selalu dengan cinta kasih. Jangan pernah menyerah dan patah semangat dalam mencintai hidup! Itulah yang dikatakan Jason Mraz, dalam lagunya, I’m Yours.
Sampai juga kita pada bagian kesimpulan mengenai buku ini. Banyak buku yang membahas mengenai cinta, banyak sekali teori bahkan tips-trik dalam memahami dan menyikapi cinta. namun, tidak banyak buku yang menjelaskan mengenaicinta secara filosofis khususnya dari penulis-penulis Indonesia. Namun, kehadiran buku ini menjawabnya.
Penulis tidak menyudutkan pembaca untuk memihak ke dalam suatu pilihan tertentu, namun penulis hanya memberikan gambaran dan wacana umum yang perlu kita ketahui mengenai cinta. Oleh karena itu, pembaca sejatinya lebih selektif dan kritis usai membaca buku ini untuk menyikapi cinta yang mana yang memang baik dan berkah.
Sebelum mengakhiri resensi terhadap buku ini, mari kita lirik siapakah penulis Cinta Bukan Cokelat ini.
Saras Dewi lahir 16 September 1983 di Denpasar, Bali. Saat ini sedang merampungkan Thesis di S2 Filsafat Universitas Indonesia. Bekerja sebagai dosen luar biasa Filsafat UI semenjak 2006, mengajarkan Filsafat Timur. Kolumnis di berbagai media, termasuk Media Indonesia, Jawa Post, Bali Post, Media Hindu, Raditya, Nusa Tenggara Post. Menulis tema-tema sosial, budaya dan politik. Selain itu kerap mengirimkan puisi-puisi dan telah dimuat oleh Media Indonesia dan Bali Post.
Telah menerbitkan 2 buku, yang pertama ada karya sastra kumpulan puisi dengann judul ‘Jiwa Putih’ pada tahun 2004, sedangkan buku yang kedua merupakan buku non fiksi tentang Hak Azasi Manusia yang diterbitkan pada tahun 2006 bekerja sama dengan Uni Eropa.
Pada 2002 meluncurkan album menyanyi dengan Bintang Record, dengan single ‘Lembayung Bali’ dan judul album Chrysan. Album ini masuk nominasi AMI (Anugerah Musik Indonesia) dalam kategori, Best Ballad, dan Best Single. (Anugerah Sastra Pena Kencana 2009,
http://penakencana.com/penulis/saras-...) -
Kalau saja ada kerangkanya lebih sistematis atau poin-poinnya dipecah dengan baik, mungkin bakal saya kasih bintang 4. Cukup baik untuk bikin orang penasaran tentang filsafat dan filsuf yang ngomongin cinta.
-
Menyajikan definisi singkat tentang cinta dari masa ke masa menurut para tokoh filsafat. Singkat yang sangat singkat. Andai dielaborasi lebih dalam/detail/panjang lagi, aku akan sangat bahagia.
-
"Cinta adalah enigma, suatu teka teki yang begitu pelik dipecahkan"
Mungkin di filsafat kita bisa temukan jawabannya, mau bentuk seperti apa cinta yang kita mau. Buku ini menjelaskan secara mudah konsep cinta dari sudut pandang berbagai macam filsuf dan latar belakang teori yang mereka cetuskan, dari erich fromm, soren kierkegaard. Namun di beberapa bagian buku ini, terdapat kesan menggurui makna cinta itu sendiri. -
easy reading, enjoyable~
Learn much from this book..
I love it!. ^ ^ -
latar belakang penulis sebagai "akademisi" filsafat menjelaskan perspektif yang ia pilih untuk menguraikan cinta. Dan hasilnya sungguh baik.
-
The content is OK, but I wish the publisher would do something about the layout and graphic info. Anyway, it's been reprinted 5 times, so I must say it really isn't bad for a chick philosophy book.
-
mengejawantah cinta lewat teori2 filsuf;menakjubkan...