Kumpulan Budak Setan by Eka Kurniawan


Kumpulan Budak Setan
Title : Kumpulan Budak Setan
Author :
Rating :
ISBN : -
ISBN-10 : 9789792254754
Language : Indonesian
Format Type : Paperback
Number of Pages : 174
Publication : First published February 1, 2010

Kumpulan Budak Setan, kompilasi cerita horor Eka Kurniawan, Intan Paramaditha, dan Ugoran Prasad, adalah proyek membaca ulang karya-karya Abdullah Harahap, penulis horor populer yang produktif di era 1970-1980an. Dua belas cerpen di dalamnya mengolah tema-tema khas Abdullah Harahap -- balas dendam, seks, pembunuhan -- serta motif-motif berupa setan, arwah penasaran, obyek gaib (jimat, topeng, susuk), dan manusia jadi-jadian.

Kupejamkan kembali mataku dan kubayangkan apa yang dilakukannya di balik punggungku. Mungkin ia berbaring telentang? Mungkin ia sedang memandangiku? Aku merasakan sehembus napas menerpa punggungku.
Akhirnya aku berbisik pelan, hingga kupingku pun nyaris tak mendengar:
“Ina Mia?”

("Riwayat Kesendirian,” Eka Kurniawan)

Jilbabnya putih kusam, membingkai wajahnya yang tertutup bedak putih murahan – lebih mirip terigu menggumpal tersapu air – dan gincu merah tak rata serupa darah yang baru dihapus. Orang kampung tak yakin apakah mereka sedang melihat bibir yang tersenyum atau meringis kesakitan.
(“Goyang Penasaran,” Intan Paramaditha)

“Duluan mana ayam atau telur,” gumam Moko pelan. Intonasinya datar sehingga kalimat itu tak menjadi kalimat tanya. Laki-laki yang ia cekal tak tahu harus bilang apa, tengadah dan menatap ngeri pada pisau berkilat di tangannya. Moko tak menunggu laki-laki itu bersuara, menancapkan pisaunya cepat ke arah leher mangsanya. Sekali. Sekali lagi. Lagi.
Darah di mana-mana.

(“Hidung Iblis,” Ugoran Prasad)

Dalam Kumpulan Budak Setan, sembari mengolah konvensi genre horor, kami juga memandang horor sebagai moda yang dipertukarkan di berbagai ranah, dari panggung politik hingga kehidupan sehari-hari. Horor tak melulu soal hantu, tetapi ruang liyan yang menciptakan kemungkinan runtuhnya “realitas” yang seharusnya, tatanan yang kita percaya. Horor beroperasi tak hanya dalam cerita setan, tapi juga dalam retorika politik (misalnya saja penggunaan moda horor dalam film sejarah Pengkhianatan G30S/PKI, atau, di tataran global, narasi seputar peristiwa 9/11) maupun hubungan personal dan sosial yang sepintas lalu tak berbahaya.


Kumpulan Budak Setan Reviews


  • yun with books

    "Masa krisis menjadi uji coba keji untuk mengetahui siapa yang berada di lingkarang terluar dan terlontar, serta siapa yang (berkat strategi cermat memilih kawan) tetap bertahan di dalam."



    Kumpulan Budak Setan merupakan buku yang berisi cerpen-cerpen dari 3 (tiga) penulis terkenal, yaitu Eka Kurniawan, Intan Paramaditha dan Ugoran Prasad.
    Buku ini terdiri dari 12 (dua belas) cerpen, yaitu:

    1. Penjaga Malam: 3/5★
    2. Taman Patah Hati: 2.5/5★
    3. Riwayat Kesendirian: 4/5★
    4. Jimat Sero: 4/5★
    5. Goyang Penasaran: 4.5/5★
    6. Apel dan Pisau: 3/5★
    7. Pintu: 3.5/5★
    8. Si Manis dan Lelaki Ketujuh: 3/5★
    9. Penjaga Bioskop: 3/5★
    10. Hantu Nancy: 4/5★
    11. Topeng Darah: 3/5★
    12. Hidung Iblis: 3/5★

    Kumpulan cerpen di buku
    Kumpulan Budak Setan merupakan cerpen horor dengan sentuhan sosial, moral dan tentu dengan "sedikit" bumbu eksplisit seks.
    I personally enjoyed this book, pun karena alasan pertama adalah
    Eka Kurniawan. Benar saja, kumpulan cerpen ini cocok sekali bagi kalian yang ingin bacaan ringan, pendek tapi penuh dengan sarat nilai sosial dan moral. Setiap ceritanya memiliki kesan tersendiri, aku jujur bukannya ketakutan karena ada unsur mistik hantu, setan atau iblis tetapi lebih banyak simpatik, kasihan dan terkadang tertawa getir.

    "Orang banyak mengira telah semakin menyatakan perasaan kasih dengan menekan suatu kata berulang-ulang:
    cinta sedalam-dalamnya,selama-lamanya,segila-gilanya."


    Cerpen dibuka dengan karya dari Eka Kurniawan, memberikan sensasi takut dan penasaran karena digantung oleh cerita "Penjaga Malam. Cerpen khusus tulisan Eka Kurniawan menjadi bukti relasi antara cerita mistis dengan keadaan sosial dan moral.
    Lalu, tulisan Intan Paramaditha yang penuh unsur feminisme, menceritakan tentang bagaimana hantu perempuan tidak hanya menjadi hantu yang "jahat" tetapi juga bukti bahwa ada jiwa yang tertindas hingga kematian menjemputnya.
    Tulisan dari Ugoran Prasad yang menurutku paling "sadis" karena penuh dengan pembantaian dan menurutku paling "gore". Cerpen-cerpen Ugoran mengekspos bagaimana manusia jika terobsesi bisa menjadi "gila" dan perilakunya akan menyerupai dan/atau bahkan melebihi iblis.

    Overall, aku suka buku ini, dengan nilai-nilai di dalamnya serta kesan yang dirasakan pembaca (re: aku) setiap selesai membaca cerpen demi cerpen. Tetap menjadi angin segar bagi aku untuk terus membaca karya Eka Kurniawan.

  • ABO

    4.5/5

    Cerpen-cerpen favorit:
    Jimat Sero - Eka Kurniawan, Si Manis dan Lelaki Ketujuh - Intan Paramaditha, Hidung Iblis - Ugoran Prasad.

    Direkomendasikan untuk yang mengaku pencinta kumpulan cerpen maupun karya fiksi bertema horor.


    Review lengkap

  • Hestia Istiviani

    Rekomendasi dari Goodreads rasa-rasanya ada benarnya juga untuk dituruti. Misalnya saja setelah asik membaca
    Sihir Perempuan karya Intan Paramaditha, Goodreads merekomendasikan Kumpulan Budak Setan untuk dibaca selanjutnya. Keduanya memang tidak terkait secara langsung, tetapi masih dalam genre yang sama. Horor dengan penulisan sastra (yang baik).

    Membaca sinopsis dari buku ini, dapat diketahui kalau ketiga penulis tersebut, Eka, Intan, dan Ugoran, sedang berada dalam proyek pembacaan ulang karya Abdullah Harahap. Penulis yang terkenal reputasinya sebagai seorang penulis horor dan bumbu-bumbu seksualitas di dalamnya.

    Pada halaman pengantar, dituliskan bahwa mereka ingin menyajikan kembali penulisan horor seperti Abdullah Harahap. Tentu, dengan sentuhan ala penulis-penulis tersebut. Namun tidak menghilangkan ciri khas Abdullah Harahap itu sendiri.

    Membaca Kumpulan Budak Setan akan menimbulkan efek ngeri. Lebih dari ketika membaca Sihir Perempuan. Eka, Intan, dan Ugoran tidak tanggung-tanggung mengumbar darah, potongan tubuh, hingga adegan-adegan ranjang. Semuanya tersedia dalam buku ini. Di samping itu, mereka semua ingin mengajak membaca untuk memahami bahwa ada ruang "liyan" dalam semesta kita sambil membawa isu-isu sosial.

    Salah satu yang menjadi favorit adalah cerpen karya Intan berjudul Apel dan Pisau. Isunya sangat dekat dengan kita. Akan tetapi Intan berhasil menyajikan akhir cerita yang tidak terduga. Membuat pembaca bergidik ngeri.

    Selebihnya, buku ini adalah sebuah bacaan ringan yang apik. Membawakan horor tidak hanya mengenai hantu dam adegan ranjang tidak hanya tentang menggagahi perempuan.

  • Lidya

    Buku ini terbit cukup lama dan terus terang setelah "Sihir Perempuan", saya suka dengan karya Intan Paramaditha. Sementara karya Ugoran Prasad hanya dibaca di antologi cerpen Kompas dan di dunia maya, termasuk karya-karya Eka Kurniawan.
    Jadi bagaimana buku ini?
    Dibagi menjadi 3 bagian dengan empat cerpen Eka Kurniawan sebagai pembuka, lalu dilanjutkan dengan 4 cerpen Intan dan ditutup oleh 4 cerpen Ugo.
    Cerpen Eka Kurniawan tidak begitu terasa horornya. Tidak 'sadis' dan jorok seperti karya Abdullah Harahap (jujur saya belum pernah membaca karyanya). Sementara cerpen Intan cukup panjang. Selalu suka bagaimana Intan menggabungkan kisah-kisah yang terkenal mulai dari Nabi Yusuf, si Manis Jembatan Ancol, hingga Snow White dan 7 dwarfs-nya dengan masa kini sehingga menghasilkan sesuatu yang baru. Cerpen favorit di buku ini adalah juga karya Intan, "Si Manis dan Lelaki Ketujuh". Sehabis membaca cerpen ini saya cuma bisa melongo dari mana si penulis mendapat ide segila ini. Sakit seratus persen, tapi bisa pahan perasaaan si perempuan yang teralienasi itu.
    Sementara cerpen-cerpen Ugo juga tidak begitu membekas selain Hantu Nancy-nya yang pernah saya baca di Kompas Minggu. Tidak jelek, mungkin cuma masalah selera saja.
    Akhirnya tiga bintang. Entah kenapa saya merasa cerpen-cerpen yang kuat di kumcer ini adalah milik Intan.
    Oh, mungkin sedikit bias, hehe.

  • A.A. Muizz

    Saya jatuh cinta dengan cerpen-cerpen Intan Paramadina. Jadi pengin baca karya-karyanya yang lain.

    Cerita-ceritanya keren, dengan horor yang apik. JUARA!

  • Amalia

    Ho letto solo un racconto in lingua originale (Topeng Darah di Prasad), molto bello. La narrativa indonesiana è un mondo da scoprire

  • Sanya

    Mungkin karena saya sedang tergila-gila sama Ugoran Prasad, suara beratnya, lagu-lagunya, karya-karya sastranya, pemikirannya soal “berkarya untuk membuat orang lain berkarya”, pilihannya menjadi akademisi, kesabarannya dalam berkarya dan meneliti—mengkaji, juga apa yang dia sematkan bagi identitasnya, yaitu “fiksionis”. Mungkin karena itu, saya langsung jatuh cinta dengan cerpen “Penjaga Bioskop”, berharap bukan Ugoran Prasad yang menulisnya, tetapi Sanya Dinda.

    Mereka bertiga, penulis kumpulan cerpen ini, mengaku bahwa kumpulan cerpen ini adalah proyek pembacaan ulang karya-karya Abdullah Harahap, penulis horor populer yang produktif di era 1970-1980an. Dalam halaman-halaman pengantar kumpulan cerpen ini, mereka sempat menyebut soal Abdullah Harahap yang terpinggirkan dari khasanah “Sastra Indonesia”. Sesungguhnyalah saya merasa itu semacam sindiran. Dan pengakuan itu, menurut saya sendiri, keren. Sebab, tidak banyak yang mau mengakui bahwa karya-karya “besar” banyak terpengaruh oleh karya-karya yang lebih sering dianggap “picisan” (Pernyataan ini bukan tanpa alasan. Saat ini saya sedang membaca buku Pak Faruk tentang sastra Peranakan Tionghoa—yang pada masanya dulu pernah "terabaikan" sebab hegemoni Balai Pustaka—dan berencana menamatkannya.)

    Dari tiap penulis, saya memiliki tiga cerpen favorit. Pertama, karya Ugoran Prasad, fiksionis yang beberapa kali menggunakan kata ‘sesuatu’ untuk menerangkan ‘sesuatu’ yg sulit digambarkan dengan kata selain ‘sesuatu’, berjudul “Penjaga Bioskop” (Ini sudah saya katakan di awal). Terutama sekali, bagian percakapan arwah, “Kamu ke mana saja?” “Aku tidak ke mana-mana. Aku di sini terus. Aku menemanimu terus.” Percakapan—yang menjadi titik kejutan—itu menyebabkan cerpen tersebut gagal horor, menurut saya, dan malah jadi super romantis. Tapi tetap jadi favorit karena, njir, kok lu bisa aje si mengkhayal sampe begini?

    Kemudian, cerpen favorit kedua adalah cerpen yang menurut saya paling pantas disebut ‘horor’ karena benar-benar menyeramkan. Kengerian yang divisualisasikan dengan kata, dalam cerpen tersebut, menurut saya, berhasil. Cerpen yang saya maksud adalah “Pintu” karya Intan Paramaditha. Ada satu fakta yang jadi asik buat terus digosipin dan diikutin. Yaitu bahwa Ugo dan Intan ternyata adalah sepasang suami istri. Sejujurnya tidak ada yang mengetahui pasti bagaimana status hubungan mereka. Hanya saja, saya sendiri berharap mereka semacam sepasang kekasih yang tidak menikah dan merasa tidak perlu menikah atau memiliki seorang anak pun. Lalu menjauhi Indonesia untuk membuat banyak tulisan tentang kebudayaan Indonesia. Itu bakal menjadikan mereka orang-orang yang sungguh sialan.

    Kemudian, ending yang paling bikin menahan napas adalah “Jimat Sero” karya Eka Kurniawan. Membuat saya kepingin memaki si Nganu, yang dengan teramat menyebalkan enak-enak sama istri orang. Sial.

    Begitulah. Semoga karya-karya yang terang-terangan mengakui terinspirasi dari mana dan mana (semacam apa ya namanya, interteks?) semakin banyak. Jadi tidak seolah-olah terputus antara satu karya dari satu generasi dengan karya dari generasi lainnya. Atau antara karya dari satu media dengan karya dari media lain.

  • Ratih

    3.5 bintang

    yg mengejutkan (dan menyenangkan) dr kumcer ini adalah karya2 Ugoran Prasad: ide cerita bagus, narasi bagus, gaya penulisan bagus, dan justru yg paling "ngeri" di antara yg lain. cerpen2 dr dua penulis lainnya bukannya jelek, tp kurang dlm hal atmosfer ngeri yg seharusnya ada dlm cerita2 horor dlm bentuk apa pun itu.

  • Rio Odestila

    Video:
    https://youtu.be/7fjZ-FIJbQA

    Buku pertama Eka, Intan, dan Ugo yang gue baca. Walau nggak seluruh buku ditulis oleh satu penulis, gue suka banget.

    Buku ini ditulis dalam rangka membaca ulang Abdullah Harahap dan tulisan picisan horornya.

    Sebuah antologi horor dewasa yang menurut gue keren banget. Ditulis dengan baik, menyerap berbagai aspek tulisan, sosial, dan kebudayaan.

    Sebagai pengalaman pertama membaca tulisan penulis hebat yang sudah dikenal banyak orang, bisa gue sebut kalau pengalaman bacanya sangat berkesan dan menyenangkan.

    Total ada 12 cerpen di buku ini. Beberapa yang gue suka:
    - Penjaga Malam
    - Goyang Penasaran
    - Apel dan Pisau
    - Si Manis dan Lelaki Ketujuh
    - Penjaga Bioskop

    Kumpulan cerpen horor sederhana yang menyampaikan kengeriannya tanpa harus ada iming-iming plot cerita yang rumit, penuh ketegangan dan twist ini itu.

    I Love It.

  • Launa

    Kumpulan cerpen ini merupakan proyek yang ditulis oleh Eka Kurniawan, Intan Paramaditha, dan Ugoran Prasad, yang terinspirasi dari karya Abdullah Harahap sekaligus sebagai bentuk penghormatan terhadap beliau; penulis horor populer. Di dalamnya terdapat 12 cerpen dengan masing-masing empat cerita dari setiap penulis. Seperti yang disebutkan di belakang kover, kedua belas cerpen tersebut mengolah beragam tema khas Abdullah Harahap, seperti balas dendam, seks, pembunuhan, motif-motif berupa setan, arwah penasaran, obyek gaib seperti jimat, dan lain-lain, dan manusia jadi-jadian.

    "Pergilah ke Taman Inokashira dengan kekasih atau istrimu, kamu akan segera menemukan hubungan kalian hancur total." (Hlm. 13)

    Cerpen dengan judul Taman Patah Hati di atas merupakan salah satu cerpen karya Eka Kurniawan yang jadi favorit saya. Cerpen tersebut bercerita tentang seorang lelaki bernama Ajo Kawir yang begitu memercayai takhayul. Hingga ketika mau mengakhiri pernikahannya dengan Mia Mia pun, ia begitu niat melakukan perjalanan ke Tokyo. Setelah gagal mengakhiri pernikahannya di Candi Prambanan dan Bali, ia merasa perlu mencobanya lagi di Taman Patah Hati. Ajo Kawir merasa menyesal dengan perjanjian yang dulu telah ia lakukan dengan si lelaki tua. Perjanjian yang menjadi alasan di balik keinginannya menyudahi hubungannya dengan Mia Mia.

    Ada enam cerpen yang saya suka, yaitu Taman Patah Hati, Jimat Sero, Pintu, Si Manis dan Lelaki Ketujuh, Hantu Nancy, dan Topeng Darah. Membaca keseluruhan cerpen dalam buku ini membuat saya bertanya-tanya tentang kebenaran takhayul, jimat, arwah penasaran, manusia jadi-jadian, dan hal-hal gaib lainnya. Tentunya juga membuat saya kagum dengan ide cerita para penulis yang menakjubkan. Karena menurut saya membuat cerita horor yang tidak biasa dan mampu membuat pembaca ikut merasakan kekejian yang dilakukan para tokohnya tidaklah mudah. Buku ini mampu mengubah pandangan pembaca bahwa horor tidak melulu diidentikkan dengan hantu. Kumpulan Budak Setan adalah bacaan menarik dan seru yang bisa membuat pembaca terheran-heran dan puas dengan ceritanya.

    Review lengkap:
    http://wp.me/p15WBH-j5

  • Sin Sin

    "Dalam lingkaran sempurna tak ada ujung. Semuanya berputar-putar, seperti menuju tak terhingga. Duluan mana nafsu dan pemuasnya, duluan mana iblis yang memperbudak dan manusia yang suka diperbudak." -Hal.165

    12 cerpen dari 3 penulis berbeda yang mengaku sama-sama "diperbudak" cerita horor karya Abdullah Harahap. Sedikit ragu juga sih ketika baru hendak membaca buku ini karena saya belum pernah melahap satu pun karya Abdullah Harahap (hingga mungkin pengalaman membaca kali ini sedikit kurang).

    Dibuka dengan 4 cerpen dari Eka Kurniawan, suasana misterius sekaligus mencekam langsung menyelusup. Sayangnya 2 cerpennya sudah saya baca di buku kumcer Eka lainnya yang berjudul "Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi". Syukurlah, memasuki cerpen karya Intan Paramadhita, tengkuk lagi-lagi bergidik karena kepiawaian Intan meramu alur dan mengeksekusi ide cerita. "Apel dan Pisau" dan "Si Manis dan Lelaki Ketujuh" adalah 2 cerpen favorit saya. Dan buku ini ditutup dengan 4 cerpen karya Ugoran Prasad. Baru kali ini membaca karyanya Ugoran, dan saya suka semuanya. Cerpen terfavorit saya dalam buku ini adalah cerpen terakhir berjudul "Hidung Iblis".

    Cerita berbau horor, seks (yang di luar kenormalan), kanibalisme, pembunuhan, yang kesemuanya bermuara pada penyerahan diri terhadap kuasa iblis ataupun setan semuanya diracik dengan begitu apik. Buku ini tak melulu berisi cerita hantu, tapi lebih dari itu. Saat manusia menyerahkan dirinya diperbudak oleh iblis, maka saat itulah ia tak berhak apa-apa lagi terhadap tubuh dan jiwanya.

    Jadi, mari bertanya ke diri masing-masing, jangan-jangan Anda dan saya pun--sadar atau tidak sadar--telah dengan sukarela menjadi budak setan?

  • mina

    Kumpulan cerpen yang dikompilasi sesudah mereka bertiga ngerumpiin Abdullah Harahap, penulis horor-campur-jorok-campur-seks itu. Waktu kecil aku pernah membaca Abdullah Harahap cuma satu, itu pun gak ingat judulnya, dan langsung ilfil, karena ngeri, jorok dan porno. Jadi komentarku tentang kumcer ini pastinya sok tau :p

    Apa yang kucari baca buku ginian? Gak ada. Aku beli cuma karena ada nama Ugo sebagai salah satu pengarang huehehehehe....

    3 cerpen pertama dari Eka sama sekali tidak seram (IMHO), tetapi yang keempat (Jimat Sero sudah sedikiiit mendekati gaya Abdullah Harahap. Rating 1-3/5.

    Dari 4 cerpen oleh Intan, yang terus-terang menurutku gaya menulisnya enak dibaca, 1 di antaranya didasarkan pada Kisah Nabi Yusuf, 2 lainnya rada horor dan sedikit porno, dan 1 yang berjudul "Si Manis dan Lelaki Ketujuh" sudah separo mendekati bukunya Abdullah Harahap. Rating: 2-3/5.

    Sekarang, untuk Ugo, cerpennya "Penjaga Bioskop" menurutku agak-agak sweet horornya, aku suka. "Hantu Nancy"-nya horor dan orisinal, bagus. "Hidung Iblis" lebih ke thriller, sedangkan "Topeng Darah" waaaw, ini nih Abdullah Harahap bener: horornya aneh, pornonya nauzubillah sampai mendetil. Rating 3-4/5.

    Perhatian: nilai lebih tinggi untuk Ugo kurasa bisa saja bias, karena dia one of my favourite artists :p

    Khusus untuk covernya: ya ampuuuuun picisan abis sampai beberapa kali lewat di raknya, gak sadar, karena kuanggap buku gak layak beli (-pembeli buku based by, among others, its cover-)

  • Indah Threez Lestari

    615 - 2016

  • Septian Hung

    Tidak terlalu mengesankan, dan ternyata sama sekali tidak membikin bulu romamu menegang. Saya pikir saya akan bergidik, tapi ternyata tidak sebegitu menyeramkannya. Saya hanya suka dengan beberapa cerita, karena kejutan-kejutan yang sebelumnya tak terduga, salah satu contohnya adalah cerita dengan judul Hidung Iblis. Cerita ini bagus analoginya. Tidak menyangka sang penulis bakal mengaitkannya dengan lingkaran tak berujung. Cerita lain yang tak kalah menarik adalah Jimat Sero, si Manis dan Lelaki Ketujuh, Penjaga Bioskop, serta Hantu Nancy.

  • Aya Canina

    Eka Kurniawan, Intan Paramaditha, Ugoran Prasad
    Laki-laki, Perempuan, Laki-Laki

    sebuah kumpulan cerita setan yang tidak melulu menokohkan setan, kebanyakan mengisahkan manusia yang setan

    keinginan saya membaca buku ini adalah karena Eka Kurniawan semata. sudah beberapa karya beliau saya tempuh, sementara dua yang lain belum sama sekali saya sentuh. bukannya tak mau, hanya belum. empat cerpen pertama diawali dengan fantastis oleh Eka. semua tokoh utamanya jenis pejantan. pejantan yang mati dimakan setan (Penjaga Malam), pejantan yang percaya takhayul (Taman Patah hati), pejantan kesepian yang dihantui kasih tak sampainya (Riwayat Kesendirian), dan pejantan dungu yang gampang dikibuli jimat (Jimat Sero). seperti cerita-cerita Eka di luar buku ini, premisnya seringkali perihal cinta yang patah. tapi, jalinannya selalu tidak sesederhana menangis karena cinta atau merana karena ditinggal kawin. para pejantan dan kekasih betina mereka-yang tidak semuanya manusia-mengalami konflik yang kelihatannya sederhana, tapi pelik adanya.

    empat cerpen kedua dibawakan dengan liar, panas sekaligus begitu bijak oleh Intan Paramaditha. semua tokoh utamanya jenis betina. betina biduan yang memiliki hasrat pembalasan dendam luar biasa besarnya dengan memanfaatkan sihir tubuhnya (Goyang Penasaran), betina santun yang terjebak dalam tali mutlak kekeluargaan (Apel dan Pisau), betina yang mengalami petualangan sebuah pintu terlarang (Pintu), dan betina sundal busuk yang telah mampu menjerat tujuh lelaki (Si Manis dan Lelaki Ketujuh). keempat-empatnya begitu setan dan tidak termaafkan! Intan mampu membawa dongeng manis menjadi suatu misteri yang benar-benar menyeramkan. Ia juga diam-diam memberitahu saya bahwa kemunafikan sekecil apapun dapat menimbulkan bencana besar.

    dan inilah empat cerpen terakhir yang, aduh, jorok sekali! saya kaget betul membaca kisah-kisah seronok Ugaran yang bikin saya merinding tak karuan. Penjaga Bioskop mungkin yang paling ringan; mengenai laki-laki yang tak sengaja jatuh cinta pada arwah penasaran. Hantu Nancy sudah jelas membangkitkan gairah dendam para wanita! Topeng Darah menghadirkan persetubuhan gamblang yang rusak! dan terkahir, favorit saya, Hidung Iblis memberitahu saya bahwa kepintaran sistematis laki-laki bisa kalah oleh hasrat keji seorang perempuan yang disimpan rapat-rapat.

    sumpah, saya kalap membaca semua cerita setan ini!
    tiga favorit dari tiap penulis:
    1) Jimat Sero
    2) Goyang Penasaran
    3) Hidung Iblis

  • Rar

    Saya bukan penyuka genre horor karena orangnya emang penakut. Film, mau katanya horor psikologi kek, psikotes kek apa kek tetep takut bahkan apalagi buku. Buku horor yang pernah dibaca mungkin cuman siksa neraka, sama buku horor 5 ribuan pas SD yang nyeritain Wewe Gombel, atau di suatu bagian buku Saman. Itupun udah ketakutan sama tegang rasanya.

    Tapi beberapa waktu lalu, saya baca buku Mariana Enriquez, walau tahu katanya kumcer horor tapi kepincut sama kata-kata "fetish" dan "surreal" di sinopsisnya. Ternyata saya malah agak ketagihan bacanya, dan beberapa waktu lalu sempat mencoba menulis cerpen dengan genre yang serupa. Hasilnya ternyata saya cukup menyukai proses dan cerita yang saya buat. Asik juga ternyata meracik horor-horor seputar bunuh-bunuhan juga alur tegang penuh misteri dan teka teki. Saya suka proses meramu kata demi katanya untuk menyusun klimaks dalam cerita, dimana si karakter akhirnya menemui "titik seram" itu.

    Selain Eka Kurniawan, 2 penulis lain di buku ini baru saya temui setelah membaca kumpulan cerpen 2009 kemarin. Tentunya dilihat dari judul, juga sinopsisnya yang membahas Abdullah Harahap saya langsung kepincut dan checkout buku ini di toko online. Walau saya tak kenal Abdullah Harahap, tetapi tentunya atas nama "pembelajaran" menulis cerpen horor dan misteri saya sangat berharap tinggi dengan apa yang akan saya temui di buku ini.

    Sejujurnya, saya mengharapkan cerita-cerita yang lebih terasa "murahan" seperti yang saya baca di buku 5 ribuan saat SD itu. Deskripsi anak yang diculik Wewe Gombel, Kuntilanak yang berdarah-darah, atau adegan dikejar pocong. Ternyata harapan juga dugaan saya salah total. Di buku ini saya malah menemukan horor "sastra" psikologi psikotes. Bukan cerita seram murahan yang bikin diri 10 tahun saya takut.

    Saya tidak pernah baca cerita Abdullah Harahap, jadi maklumlah kekeliruan dugaan saya ini. Cerita yang saya temukan di Kumpulan Budak Setan ternyata memang lebih mengeksplor "kekorupan" jiwa manusia itu sendiri, beberapa cerita seperti : "Apel dan Pisau" "Taman Patah Hati" atau "Pintu" dan "Hidung Iblis" memberikan rasa yang sama kepada saya saat membaca seri "Cruelty" atau "Madness" dari Road Dahl. Dimana di dalam seri itu Road Dahl yang terkenal membuat cerita anak itu mengeksplor korupsi jiwa manusia dan meraciknya dalam cerita yang sangat amat tidak menyenangkan.
    Saya berharap juga bahwa Kumpulan Budak Setan lebih banyak mengeksplor sisi mistisisme Indonesia yang ternyata harapan itu sirna juga.

    Walau harapan saya akan "cerita setan murni" itu sirna, tidak berarti buku ini tidaklah bagus. Beberapa cerita bisa dibilang adalah jenis cerita yang saya cari dan pelajari penulisannya, "Penjaga Malam" "Jimat Sero" "Goyang Penasaran""Pintu" merupakan salah satu diantaranya. Juga tidak menampik cerita-cerita di atas itulah yang berhasil memicu rasa takut saya.

    Bila harus memilih cerita terkuat di buku ini, saya akan memilih "Penjaga Malam" dan "Apel dan Pisau" keduanya menampilkan premis yang menarik, dan kecerdikan kedua penulis dalam meramu keadaan, teka teki menuju klimaks. dan permainan bahasa yang menarik.

    Walau bukan yang saya cari dan sinopsis yang menjanjikan darah, seks, dan setan demi setan itu ternyata tidak memenuhi ekspektasi. Buku ini tidak terlalu mengecewakan saya apalagi karena ketiga penulis berhasil memperkenalkan dan membuat saya penasaran dengan Abdullah Harahap. Juga memperdekat lagi dengan karakteristik ketiganya.

  • Ririn

    Saya selalu bias mengenai buku yang mencantumkan nama Intan Paramaditha XD so, kalau orang lain mungkin membaca buku ini karena Eka Kurniawan, saya membacanya karena Intan Paramaditha (she has a novel comes out on October 2017. I'm so excited!!!!!!!!! XD)

    Seperti biasa, cerita favorit saya tentu saja cerita-ceritanya Mbak Intan XD XD XD terutama Pintu. Hands down.
    Cerpen Eka Kurniawan favorit saya di buku ini adalah Penjaga Malam (kayanya saya pernah baca di media lain sebelumnya). Cerpen terbaik untuk membuka kumcer ini, imho, untuk pembaca yang membeli/membacanya karena Eka Kurniawan + horor combo.

    Cerpen Ugoran Prasad hmmm... selain bukan tipe saya (walaupun Hantu Nancy lumayan keren), tetapi juga perlu tindak lanjut editor deh (I know, I know, buku ini ditulis salah satunya oleh Eka Kurniawan, tapi masa ngga ada editornya???!!) masih banyak kalimat yang njelimet (kayanya sastra juga ngga sepusing ini kok), ketidakkonsistenan penyebutan nama (Senen atau Senin?!), dan juga kesalahan dalam penulisan di- sebagai penunjuk keterangan tempat dan di- sebagai penunjuk kata kerja pasif. Hayooo...!

    Overall, a 4 stars read!

    (re-read)

  • Yuli Hasmaliah

    Saya pikir Eka akan bercerita dengan gayanya yang khas satire nya, tapi ternyata hal itu saya tak melihatnya secara kuat di empat cerpen bergenre horornya itu. Saya merasa keempat cerpen dari Intan Paramaditha malah sangat memberikan kengerian yang nyata dan mendominasi diantara tiga penulis. Mungkin memang dasarnya saja saya ini seorang penakut, jadi setelah membaca karya Intan malah membuat saya agak ngeri-ngerti takut dan nggak mau baca lagi karyanya dia yang memang lebih bergenre horor, hahaha. Saya baru pertama kali baca karyanya Ugoran Prasad, cerita yang disuguhkannya begitu liar, panas dan menakutkan.

    Dari dua belas cerita yang disuguhkan, saya menyukai Jimat Sero (Eka Kurniawan), Goyang Penasaran (Intan Paramaditha), Topeng Darah (Ugoran Prasad). Ketiga cerita tersebut benar-benar menyadarkan saya bahwa saya agaknya lebih baik membaca roman picisan saja wkwk. Buku ini patut dibaca bagi yang menyukai fiksi bergenre horor dan bukan seorang penakut pastinya.

  • Ipeh Alena

    Bagi saya, cara terbaik berkenalan dengan karya seorang penulis sebelum terjun ke tulisan lainnya adalah melalui cerita-cerita pendek yang ditulisnya. Ini, kali kedua saya membaca tulisan Eka. Namun kali pertama membaca tulisan Intan dan Ugoran. Cerita dalam kumpulan cerpen ini sesuai dengan judulnya. Tentang mereka yang menjadi budak setan. Bagi saya, cerita dalam buku ini memiliki kesan horor yang ganjil. Tidak semenakutkan dan mendebarkan seolah menanti Oma Suzana bangkit dari kubur dalam film-filmnya. Hanya saja, dahi ini tak kunjung kembali ke posisi semulanya, terus menyatukan alis saya yang pendek di tengah-tengahnya. Keganjilan dan misteri yang terus tersimpan dalam tiap ceritanya.

  • cindy

    Kompilasi ini dibuat oleh 3 pencerita modern setelah membaca ulang novela2 AH. Eka Kurniawan, Intan Paramaditha dan Ugoran Prasad. Tema horor picisan, judul dan gambar cover buku yg membuat bergidik, sebenarnya bukan zona nyamanku, tapi sebaliknya 2 dari 3 nama penulisnya cukup menjadikanku penasaran lvl maksimal, jadi ya beginilah.

    AH buatku hanyalah ingatan samar2 bacaan 'menakutkan' zaman dahulu kala, jd mungkin aku tidak punya pembanding solid dengan cerpen2 di sini. Tapi bahkan ingatan samar itu masih bisa membuatku mengatakan kumpulan cerpen setan ini terlalu kontemporer dibandingkan pencetusnya. Tulisan2 Ekakur terlalu sophisticated, karya Intan terlalu feminist, dan cerita Ugoran, meskipun mengangkat mslh marjinal yg kental, tetap terlalu modern sudut pandangnya. That being said, aku suka semua cerpennya, dan kurasa, aku pasti akan lbh suka cerpen2 ini drpd kisah seram AH yang... hiiyyy, ngeriii ah....

    Fav-ku (tp sesungguh2nya, aku suka semuanya):
    Ekakur: Jimat Sero
    Intan: Goyang Penasaran dan Pintu
    Ugoran: Hantu Nancy

    #Scoop

  • Femi

    Favoritku "Apel dan Pisau" karena topik yang diangkat dekat sekali denganku dan menyentilku. Perburuan selanjutnya: baca karya Intan Paramaditha yang lain.

  • Sulung  Mardinata

    Membacanya melompat-lompat. Itu hal pertama yang terpikir di benak gua waktu nulis review Kumpulan Budak Setan. Gua langsung skip ke cerpen2 karya Ugoran Prasad. Soalnya gua udah sering baca karya-karyanya di Kumpulan Cerpen Kompas. Baru kemudian membaca cerpen-cerpen karya Eka Kurniawan yang terkenal dengan "Cantik Itu Luka" dan diakhiri dengan cerpen-cerpen karya Intan Paramaditha.
    Menurut saya, Kumpulan Budak Setan adalah kumpulan cerita misteri yang nyastra. Tidak banyak cerita misteri yang ditulis dengan teknik sastra yang baik, contohnya dengan ending terbuka di akhir cerita.
    Membaca tulisan-tulisan yang dikumpulkan dari tiga pengarang berbeda membuat saya bisa menikmati jalan cerita dengan gaya penceritaan masing-masing. Ugoran Prasad dalam cerpen-cerpennya: Penjaga Bioskop, Hantu Nancy, Topeng Darah, dan Hidung Iblis, menghadirkan keseraman dengan membangkitkan kembali mitos-mitos suatu daerah dengan simbol-simbol tertentu. Eka Kurniawan memilih menyisipkan kesendirian dan kesepian dalam karya-karyanya (Penjaga Malam, Taman Patah Hati, Riwayat Kesedihan, dan Jimat Sero). Sedangkan Intan Paramaditha lebih menyukai realis untuk gaya penceritaan karya-karyanya (Goyang Penasaran, Apel dan Pisau, Pintu, Si Manis dan Lelaki Ketujuh).
    Saya dibuat terkejut oleh Intan Paramaditha. Meski sebelumnya saya belum pernah membaca karya-karyanya, saya cukup suka dengan cerpen-cerpennya yang terkumpul di Kumpulan Budak Setan. Intan mereka ulang cerita-cerita yang kita kenal dengan kemisteriusan dan keseraman gayanya sendiri. Apel dan Pisau mengingatkan saya akan kisah Nabi Yusuf dan Istri Pejabat, si Manis dan Lelaki Ketujuh sengaja dibuat untuk menghadirkan Si Manis Jembatan Ancol dengan kisah yang baru.
    Akhir kata, saya memberikan empat bintang untuk cerita-cerita seram namun nyastra di Kumpulan Budak Setan. Kekurangan buku ini yang membuat saya mengurangi satu bintang adalah beberapa cerita terkesan terburu-buru untuk ditamatkan atau bahkan tokoh yang terlalu kabur. Sehingga menghilangkan kesan misteri dari cerita itu sendiri.

  • Nia F. S. Kartadilaga

    Membaca bagian pengantar sebuah buku, baik fiksi maupun non fiksi, memberikan kesenangan tersendiri bagi saya. Sama halnya ketika membaca bagian pengantar dari buku Kumpulan Budak Setan. Saya tidak tahu siapa yang lebih dominan dalam menuliskan bagian pengantar di buku ini, entah Eka Kurniawan, entah Intan Paramaditha, atau Ugaran Prasad. Yang jelas, saya sampai membaca bagian pengantar hingga berkali-kali sebelum memulai membaca keseluruhan isi buku, tidak lain karena saya begitu menyukai kata demi kata yang dituturkan lewat sebuah kata pengantar; Para Budak yang Penasaran. Isinya begitu manis, jauh lebih "manis" dibandingkan dengan 12 cerita horor yang ditawarkan oleh ketiga penutur.

    Saya membayangkan sebuah aktivitas mendongeng, di mana Para Budak yang Penasaran sedang dipentaskan di dalam aktivitas tersebut. Alih-alih langsung membuka aktivitas dengan menjejalkan 12 dongeng yang sudah dipersiapkan, para pendongeng justru membuai penontonnya dengan memberikan dongeng lain yang bercerita mengenai bagaimana 12 dongeng bisa terbentuk. Menariknya, penonton -- well, saya -- sangat menyukai dongeng tentang proses membuat 12 dongeng tersebut, melebihi kesukaan saya terhadap salah satu (atau keseluruhan) dari 12 dongeng yang sebenarnya menjadi "jualan" utama yang lebih banyak digembar-gemborkan.

    Dari ke-tiga penulis, Ugaran Prasad adalah satu-satunya penulis yang karyanya tidak pernah saya baca (online, offline). Meski demikian, gaya penulisan dia adalah yang paling saya sukai di antara ketiganya.


    ***

    Selengkapnya dapat dibaca di
    http://www.niafajriyani.com/2016/10/K...

  • Mikael

    intans three stories that were not published in koran tempo are suprisingly the best. surprising since 'sihir perempuan' like my wife (@violeteye) said 'recyled gothic THEORIES, not gothic stories'. but in these three stories intan not so much recycled abdullah harahaps dime-novel horror style as get totally possessed by it. same choppy cinematic descriptive sentences, same gallows humor. she prolly wrote the stories closer to the gothic templates than abdullah harahap, so in that way she could be said to have improved on the original masters work. like in 'pintu' (cf. abdullah harahaps own 'koridor'), the modernisation of gothic settings/characters/tropes from castle --> rumah gedongan, translyvania --> kompleks pinggiran jakarta, dracula --> a gay married man, hypocrisy of victorian england --> of jakarta, is taken to its logical completion. but then again one of the thing that was great about abdullah harahaps work was how it often defies attempts to fit them into a gothic template. the lack of perfect fit was unsettling, disturbing, terrorizing, so i often get actually scared by some of the stories tho i couldnt work out why. intans stories make me smile and chuckle at how clever they are/she is. i like them tho. and shes such a better story-teller now than she was in sihir perempuan. im trying to find something wrong with her stories but i think im just being jealous :).

  • Anggraeni Purfita Sari

    Buku ini menurut review-nya adalah semacam proyek penulisan ulang karya Abdullah Harahap dan saya belum pernah membaca karya beliau :). Yang saya tangkap dari review orang orang tentang sosok Abdullah, dia adalah penulis cerita horor campur porno (sepertinya pas sekali buat difilmkan, haha) dan sosok macam ini yang saya tangkap dari Eka Kurniawan setelah membaca beberapa karyanya. Mungkin Eka memang terpengaruh pada gaya penulisan Abdullah tapi itu pendapat saya pribadi.

    Setelah menyelesaikan buku ini, cerita favorit saya adalah 'Penjaga Bioskop'milik Ugoran Prasad. Ceritanya horor tapi manis, enak dibaca. Dan emang bagi saya, di buku ini juaranya adalah Ugoran, bukan berarti Intan dan Eka nggak bagus ya, tapi kalau memilih, saya paling suka gaya kepenulisan Ugoran :D.

  • Ariel Seraphino

    "Tak ada iblis yang lebih ngeri dari yang nyaru sebagai nabi." ~hal. 164, Hidung Iblis. Menurut saya buku ini benar-benar terasa gelap dan menyeramkan baru hampir di sepertiga akhir buku. Meskipun ketiga penulis dalam buku ini berusaha menceritakan sebuah kidah yang gelap, penuh darah, setan, iblis dan semacamnya, hal demikian baru terasa lengkap justru di 3 cerpen milik Ugoran Prasad. Tetapi saya jg suka dengan Taman Patah Hati milik Eka Kurniawan dan Goyang Penasaran karya Intan Paramadhita. Sebagai sebuah buku yang didapuk sebagai sebuah persembahan bagi karya-karya Abdullah Harahap, buku ini cukup memuaskan. Malah bikin saya penasaran dengan karya-karya beliau. Selebihnya, empat bintang oke juga.

  • Mita

    Although it was a fairly quick read, I must say that I enjoyed it more than I thought I would. Horrors and mysticism aside, the Indonesia described here is more to my liking than the modern oversexed overtly-metropolitan Indonesia in most recent Indonesian literature that I've read. For me, it's a lot more real and reminds me of horror movies from my childhood days and that alone made me add an extra gold star! There should be more of these around.

  • A

    This amazing anthology features Intan Paramaditha's intriguing Goyang Penasaran that the author (in collaboration with the director) adapted for a stage play (of the same title) performed at Salihara, Jakarta (
    http://salihara.org/event/2012/03/16/...). The short stories were a tribute to one of Indonesia's prolific writer of the horror genre: Abdullah Harahap. A must read for horror aficionados!

  • Nyonya  Buku

    Horor, pada akhirnya menyisakan perenungan. Kenapa ada hal-hal yang bikin kita serem? Kenapa manusia menakuti sesuatu? Bahkan bukan pada hal-hal yang 'ganjil'.

    Tiga penulis: Eka Kurniawan, Intan Paramadhita dan Ugoran Prasad, membaca ulang buku-buku Abdullah Harahap. Dan buku ini menjadi respons mereka.

  • Titis Wardhana

    Can't resist Eka Kurniawan's book walo kolaborasi ma penulis lain hehehhe, menurut gw cerpen2nya oke (gw suka crita horor siy, tp bukan film horor ya)uda panjang lebar di blog soal kumpulan cerpen ini hehehe... jd silakan lgsung baca aja yaaaa^^