Title | : | The Power of Language |
Author | : | |
Rating | : | |
ISBN | : | - |
ISBN-10 | : | 9786237351344 |
Language | : | Indonesian |
Format Type | : | Paperback |
Number of Pages | : | 320 |
Publication | : | Published March 1, 2020 |
Seringkali kita terlalu fokus pada cara penyampaian sebuah ucapan sehingga melewatkan makna yang seharusnya terkandung dalam ucapan tersebut.
Buku ini mengajak kita untuk memikirkan kembali cara kita berbahasa, juga mengajarkan kita bagaimana cara menggunakan kata-kata sehingga kita bisa menyampaikan maksud kita dalam ucapan dan menghindar dari bahaya yang mungkin timbul dari ucapan kita.
Penulis menggunakan kutipan-kutipan dari para filsuf dan pemikir dari Barat maupun Timur, serta ilmu humaniora sebagai salah satu cara untuk menjelaskan bagaimana cara berbahasa yang baik.
The Power of Language Reviews
-
Tidak peduli seberapa baik kita mengajukan pertanyaan, jika lawan bicara kita hanya memberi jawaban singkat, maka percakapan itu hanya bertujuan untuk membangun atau mengkonfirmasi hubungan kekuasaan.
Apa yang dipikirkan ketika membaca buku tentang bahasa? Apakah soal menyusun kalimat efektif? Atau membuat paragraf yang memikat pembaca? Atau malah, soal beberapa asal-usul suatu bahasa bisa terbentuk?
Premis ini sempat muncul di kepala ketika hanya membaca judul dari buku ini. Melirik sedikit ke bawah, rupanya ada tulisan "Kecakapan Berbahasa dalam Komunikasi Melalui Kisah Klasik Barat dan Timur untuk Menarik Perhatian Banyak Orang." Rupanya, buku ini bukan tentang teori bahasa, melainkan mengenai berkomunikasi dengan menguatkan bahasa yang kita gunakan itu sendiri.
Apabila melihat sampulnya, warna putih disertai gambar mangkuk ini tampak tidak punya hubungan dnegan judul. Tetapi sejak pertama buku ini dibuka, penulisnya menjelaskan bahwa bahasa itu layaknya mangkuk.
Buku ini tergolong singkat tapi dalam. Maksudnya, bahwa setiap bab memiliki sub-bab yang berkisar hanya 1-2 halaman saja, tetapi yang dijelaskan menimbulkan kesan yang begitu dalam (minimal untukku). Cara penyampaiannya juga merupakan hal yang baru buatku. Kalau biasanya aku membaca tulisan mengenai komunikasi selalu terkesan seperti buku kuliah Ilmu Komunikasi atau Public Relation. The Power of Language tidak demikian.
Kisah Klasik Barat dan Timur yang tertulis pada sampul depan adalah kunci bagaimana Shin Do Hyun dan Yoon Na Ra menyampaikan materinya. Berangkat dari satu larik, satu bait, atau hanya satu kalimat dari filsuf dan penulis Barat dan Timur, Shin Do Hyun dan Yoon Na Ru mencoba membahasnya menjadi bahasa yang mudah dipahami. Yang kemudian aku menemukan bahwa itu seperti sebuah ajakan untuk merefleksikan kembali kemampuan berbahasa dengan kemampuan berkomunikasi kita selama ini.
Di akhir buku terdapar beberapa lembar yang berisi studi kasus. Bukan dari orang-orang yang namanya asing kita dengar, melainkan (lagi-lagi) dari pihak-pihak yang disegani seperti Buddha dan Yesus. Kita diajak "menyelami" bagaimana mereka berkomunikasi menggunakan kelembutan bahasa yang dapat membuat lawan bicaranya merasa aman dan nyaman.
Aku pribadi merekomendasikan buku ini untuk mereka yang dalam tahap self healing. Mengapa? Meski obyektif dari buku ini adalah untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain, tapi ternyata bisa digunakan untuk berkomunikasi dengan diri sendiri. Pemikiran dan penggunaan bahasa dapat memengaruhi bagaimana kita melihat diri kita selama ini.Maka dari itu, pengembangan diri sangatlah dibutuhkan. Kita harus belajar memahami diri kita sendiri dengan lebih mendalam, mencintai diri kita sendiri, dan meningkatkan rasa percaya diri.
Ahya, ketika aku membaca buku ini, meski dalam versi terjemahan Bahasa Indonesia, aku merasa bahwa ada kemiripan gaya berbahasa orang Korea. Aku merasa tidak asing dengan cara bertutur Shin Do Hyun dan Yoon Na Ru yang barangkali memang terasa familiar karena aku sempat membaca tulisan milik Haemin Sunim. Ya, keduanya enak untuk diikuti secara perlahan. -
Salah satu "buku viral" karena dibaca sama V BTS (bahkan dalam kata pengantar pun ditulis).
Buku tentang cara komunikasi yang terdiri atas banyak kutipan para filsuf dengan penjabaran dari penulisnya dan dipisah dengan beberapa bab.
Kalau dirangkum, sebenarnya "berbahasa" atau "berkomunikasi" sangat erat kaitannya dengan apa yang ada di pikiran manusia. Jadi sebelum bertutur kata sebagaimana mestinya, benahi dulu pikiran. Karena apa yang diucapkan lidah pasti bersumber pada pikiran.
Agak monoton di awal, tapi masuk ke pertengahan buku cukup mengasyikkan. Terus, karena baca ini jadi kepingin baca buku The Art of Controversy.
Catatan:
Terima kasih buat yang kirim buku ini sebagai kado. -
The Power of Language goes viral after the Kpop icon Kim Taehyung or V BTS held it at the airport. Ah, such an instant fame for a book!
The book is about strengthening our social position by using the language by focusing on several aspects. The 1st one is to develop ourselves. Like a bowl - language will flow and fill the bowl. So, it's important to understand ourselves and to love ourselves the way we are. We need to change our perspectives to form such creativity and to gain some knowledge.
We also need to learn from others. How? By listening to others without even giving our opinions nor advice.
We can also gain more knowledge by asking some questions. Questioning can also raise our awareness and critical thinking. The third point is how to implement those things in our daily life. Two important aspects here are how to conduct our speaking style and on how to value ourselves and speaking partner. We should speak in our own capacity. We should also perform it in our best gesture. The authors present it through Western and Eastern philosophy.
There are some inconsistencies too in the novel. The idea to understand and see from different perspectives is the example. The authors say; when we have a deep and solid perspectives on a certain topic, we can talk about the topic without even know its details.
The argument has no sense to me. In order to have a deeper perspective and a solid one, we need to know that topic very well. And how to do so? by knowing it in details.
Another problem is the generalisation of the contexts leading to an opinion that the book is nothing but a self legitimation of personal convinction and hedonistic attitude which contains a very dangerous way of thinking because it ignores an analytical and self-critic principles.
The authors need to adjust a little bit in order to be fit to their international readers. The translator also need to take a look closely on several contexts of the books as well. I somehow think that several important points in the book are not captured perfectly particularly related to the cultural terms- prolly because the terms make a stop over for a Luwak coffee and get lost in translation. -
** Books 57 - 2020 **
Buku ini untuk menyelesaikan Tsundoku Books Challenge 2020
3,6 dari 5 bintang!
Tidak bisa dipungkiri aku tertarik membeli buku ini dikarenakan Kim Taehyung aka V BTS menggenggam buku ini ketika di bandara. Aku juga bisa memahami kenapa V membaca buku ini karena aku merasa terkadang dia ingin menyampaikan suatu hal tetapi member BTS lain tidak langsung paham akan apa yang ia maksud kecuali RM yang bisa memahaminya.
Ketika tahu buku ini diterbitin oleh penerbit Haru tidak langsung pikir panjang aku langsung memesannya secepat kilat hahhaa.. Aku merasakan juga meski aku bisa dikatakan sebagai seseorang yang extrovert dan percaya diri dalam berkomunikasi terkadang banyak yang penuh dipikiran ingin dikeluarkan tapi jadi belepotan pas keluar sehingga tidak tersusun rapi. Hal ini membuatku semakin penasaran untuk membaca buku ini
Ada 8 tahapan dalam kecakapan berbahasa dalam komunikasi yang dibahas melalui pandangan dari sudut filsuf barat dan timur yang antara lain :
1. PENGEMBANGAN DIRI
untuk tahapan ini aku paling menyukai pandangan dari Huineng (638-713) Biksu Tiongkok pada masa Dinasti Tang mengingatkanku kembali bahwa tujuan pengembangan diri adalah sejatinya kita harus memahami diri kita sendiri dengan lebih dalam baru bisa mencintai diri kita sendiri
2. SUDUT PANDANG
Pandangan dari Sung Dae-jung (1732-1809) filsuf di masa-masa akhir dinasti Joseon yang mengatakan Apabila kita mengucapkan sesuatu yang tak memiliki inti, maka kata-katanya pun menjadi berantakan. Hal ini bisa menjawab kenapa terkadang ketika saya berbicara ngalor ngidul akhirnya berantakan karena gak ada intinya.
Martin Buber (1878-1965) Filsuf dan Teolog Yahudi yang lahir di Austria juga mengatakan bahwa jika kita menginginkan kebiasaan berbahasa yang baru maka kita harus mengubah sudut pandang kita terlebih dahulu. Terkadang kita terbawa lingkungan yang lama dalam berbahasa dengan orang lain padahal kita harus melihat sudut pandang baru apakah ini sesuai atau tidaknya jika dilakukan
3. KECERDASAN
Zhu Xi (1130-1200) seorang cendekiawan Konfusianisme dari Dinasti Song di Tiongkok memaparkan para cendekiawan memandang bahwa kehidupan yang hanya diisi dengan makan dan tidur tidak ada artinya. Mereka berpikir bahwa setelah dilahirkan di dunia ini, mereka harus meninggalkan sesuatu yang bermakna. Maka dari itu, mereka mencari cara untuk melakukan itu melalui membaca buku. Hal ini membuat saya berpikir bahwa terkadang kita membaca buku hanya berdasarkan tulisan bukan merefleksikan kepada diri kita sendiri dan kita bisa memilih mana buku yang membuat kecerdasan diri kita meningkat
4. KREATIVITAS
Yi Hwang (1501-1570) Filsuf dan cendekiawan dari Dinasti Joseon berpendapat bahwa kalau ingin kreativitas kita meningkat maka kita bisa menuliskan apa yang kita pikirkan menjadi kata-kata. kita bisa menerima kritik dan tanggapan dari orang lain yang membaca apa yang kita tuliskan agar bisa mengembangkan kreativitas kita menjadi lebih baik lagi
5. MENYIMAK
Lao Zi berpendapat bahwa ketika ada percakapan dimana terdapat situasi ada yang berbicara dan mendengarkan menjadi satu. Biasanya, orang-orang berpikir bahwa kita harus pandai berbicara terlebih dahulu. padahal sebenarnya lebih penting jika kita pandai mendengarkan. Nah ini adalah salah satu kelemahan saya sebagai extrovert dan campuran sanguinis koleris sejati selalu bawaannya mau didengerin yang sebenarnya hal itu tidak baik. saya sempat mendapat kritik dan masukan agar belajar lebih banyak mendengarkan ketimbang ingin didengarkan. Atas hal tersebut sampai sekarang saya masih dalam berproses agar bisa benar-benar menjadi pendengar yang baik
selain itu pandangan Zhuangzi (369-289 SM) filsuf dari Zaman Negara berperang di Tiongkok mengatakan bahwa reaksi kita saat mendengarkan tidak boleh berubah menjadi nasihat atau anjuran. nah ini yang terkadang kita sulit gak sih mau praktekinnya? ada teman yang curhat dan mengeluh kepada kita tetapi kita malah jadi ngasi nasihat gitu padahal ya udah sebaiknya kita dengerin aja keluhannya dan curhatannya apa. untuk diriku sendiri aja masih suka refleks ngasi nasihat padahal harusnya udah cukup kita dengerin aja tidak perlu ditambah-tambahi dengan nasihat dari kita
6. PERTANYAAN
Saya suka menyukai pandangan Wang Yangming dimana beliau memarahi murid-muridnya yang tidak ada pertanyaan. padahal dengan adanya pertanyaan sehingga kita bisa belajar bersama-sama untuk mencari jawabannya
7. GAYA BERBICARA
Sun Tzu (545-470 SM) seorang ahli strategi perang di Tiongkok mengatakan bahwa berbicara setelah berpikir, tidak berbicara secara berlebihan dan berbicara sambil memperhatikan orang lain. Hal ini menandakan bahwa untuk berbicara pun tidak boleh sembarangan karena bisa saja apa yang disampaikan dan dipikirkan bisa berbeda tidak sebagaimanamestinya
8. KEBEBASAN
Anthony de Mello (1931-1987) pastor katolik dari Yesuit kelahiran India menyanpaikan bahwa keheningan adalah saat dimana kata0kata berhenti, dan juga saat dimana bagian dalam dan luar tubuh kita ikut terhenti. Disini diberikan contohnya salah satunya adalah ketika kita bertemu dengan orang lain kita harus menghilangkan segala prasangka dan penilaian awal terhadap orang itu sehingga terciptanya pertemuan sejati. Tidak bisa kita pungkiri ya ketika bertemu dengan orang lain yang tidak kenal first impression dan gerak bahasa tubuh juga menentukan apakah orang ini antusias tidaknya akan tetapi mungkin kapan-kapan kita bisa juga mempraktekkan apa yang dikatakan oleh Anthony de Mello
Terimakasih OWLBookstore! -
"Mengaharapkan perubahan tanpa mengajukan pertanyaan adalah hal yang tidak bijaksana. Kesadaran untuk bertanya adalah awal dari perubahan."
Jujur aja pertama kali baca buku ini ekspetasiku adalah buku ringan yang membahas indahnya berbahasa. Tapi aku melupakan kalimat yang ada di jilid buku yaitu buku ini berisi kecakapan berbahasa dalam komunikasi.
Ini pertama kalinya aku membaca buku tentang ilmu humaniora. Sebenarnya aku tidak terlalu tertarik tapi setelah membaca beberapa halaman tiba-tiba saja aku menyukai isi buku ini. Aku menyadari kesamaan yang aku alami dengan yang dijelaskan dalam buku ini.
Buku ini benar-benar menekankan orang² untuk mencintai dirinya sendiri lewat bahasa. Kata-kata bisa bermakna ketika keluar dari diri seorang yang sudah mencintai dirinya sendiri. Karena orang yg mencintai dirinya sendiri mampu mengelola perasaan yg ada di dalam tubuhnya dengan bijaksana. Sehingga kata-kata sedih, dipenuhi amarah, dan yang bersifat menyerang bisa dikurangi, dengan begitu kita pun bisa melindungi diri kita sendiri dan tidak melukai orang lain.
Awal dari mencintai diri sendiri adalah jangan pikirkan baik dan buruk. Tujuan pertama dari pengembangan diri adalah memahami 'aku'. Memahami diri sendiri adalah awal dari mencintai diri kita sendiri.
Memahami diri sendiri harus terlepas dari baik dan buruknya suatu adat dan norma yang sudah ada. Kita harus membuang persepsi tentang 'bertindak layaknya laki-laki' dan 'bertindak layaknya perempuan' baru kita bisa melihat 'bertindak sebagai diriku sendiri'.
"Tidak peduli seberapa baik kita mengajukan pertanyaan, jika lawan bicara kita hanya memberi jawaban singkat, maka percakapan itu hanya bertujuan untuk membangun atau mengkonfirmasi hubungan kekuasaan."
Banyak hal yang dijelaskan dalam buku ini secara mendalam. Seperti menjelaskan hal-hal yang terjadi dalam kehidupan kita ketika bersosialisasi sehari-hari secara akurat.
Aku sangat merekomendasikan buku ini untuk semua kalangan, tidak ada batasan. Karena aku rasa ilmu yang ada di buku ini diperlukan semua orang untuk berkomunikasi dengan baik dan pintar.
5/5 🌟 -
Q- Sách viết theo một trình tự thống nhất, chia làm 9 chủ đề, mỗi chủ đề ứng với mỗi kỹ năng khi giao tiếp và chủ đề cuối là một vài ví dụ về giao tiếp, nên rất dễ dàng theo dõi và ghi chú lại trong sổ tay.
- Song song với hệ thống lập luận của sách thì có một hệ thống mục lục siêu dễ thương. Ở đây dễ thương vì nó chi tiết, trình bày rõ ràng, sạch đẹp, cực kì dễ cho việc tra tìm và đọc lại chương bản thân tâm đắc. ( Còn có là vì mục lục của sách nằm ở đầu sách, em khá thích điểm này)
- Nếu bạn nào nghĩ sách dạy từng li từng tí về cách ăn nói, ứng xử,... thì nên căn nhắc trước khi đọc. Em nói thế vì về nội dung, sách không trực tiếp dạy ta các kĩ năng giao tiếp mà chủ yếu là phân tích chuyên sâu về mọi mặt của mọi kĩ năng, từ những phân tích ấy mà bản thân mỗi người tự rút ra kĩ năng riêng, không ai giống ai.
- Sách có trích dẫn những câu chuyện hay và sâu sắc, đáng để suy ngẫm. Bên cạnh những câu chuyện thì sách còn trích dẫn rất nhiều những câu nói hay của những bậc vĩ nhân, hiền triết khi xưa vào, chúng ta có thể ghi chú thêm vào sổ tay có khi cần dùng. Có thể nói, đây là quyển sách trích dẫn nhiều câu nói hay nhất mà em từng đọc trước đến giờ.
"Sức mạnh của ngôn từ" là một quyển sách theo em thì nó nghiêng về phần triết học, sẽ khó khăn cho những bạn lần đầu tiếp xúc với sách như em... Tuy nhiên không phải hoàn toàn là không hiểu, nếu cố gắng suy luận, ngẫm nghĩ thì vẫn có thể hiểu được. Cuối cùng, theo em đây là quyển sách đáng để đọc, đọc không chỉ một lần mà là nhiều lần.
Cảm ơn đã đọc bài review non nớt của em. -
Buku ini lebih membicarakan gimana cara kita berkomunikasi. Sejujurnya buku ini gua pikir bakal kaya buku 'berat' yang membicarakan tentang teori 'kebahasaan itu sendiri' tapi enggak. buku ini termasuk ringan untuk dinikmati secara santai.
-
Membaca buku ini rasanya diajak memahami kalau Bahasa (Language) itu bukan sekedar ucapan atau bicara. Ilmu berbahasa berakar dari pemahaman kita tentang diri kita sendiri, sudut pandang yang kita miliki, kemampuan untuk belajar, kemampuan menyimak, hingga strategi dalam berucap agat tak salah dan berujung menyakiti perasaan orang lain.
Cukup unik karena dibahas dengan pengantar kata-kata atau ajaran banyak sekali filusuf baik yang dari Barat (Eropa & Amerika) juga Timur (Kebanyakan China, Korea Selatan & Jepang). Dari ajaran atau wise words-nya filusuf/cedikiawan tersebut, penulis menyampaikan maksudnya dan kaitannya dalam berbahasa.
Saya cukup menyukai bahasan dalam buku ini, namun buat saya sendiri beberapa poin agak kurang bisa dipahami. Mungkin saya perlu baca dua /tiga kali yaa baru paham.
Secara tampilan agak kagok karena marginnya rapat sekali (terbitan Bahasa Indonesia). Belum lagi ada highlight yg ingin ditonjolkan penulis, namun dibuat bold tidak beraturan di buku. Agak kurang nyaman hehe. -
cuốn này chỉ ké fame V (BTS) để được bán rộng rãi hay sao ấy. Không biết phiên dịch như nào mà nó vô cùng khô khan, khó hiểu hay là do bản chất nó đã như vậy. Các bạn đừng như mình thấy nổi là đọc nha. Cuốn này chỉ phù hợp cho những bạn có hứng thú với triết nhưng cuốn này mình thấy khô khan chứ ko phải triết lắm. Vì triết có thể khô khan nhưng khô khan chưa chắc đã là triết. Còn những bạn bắt đầu đọc thì đừng đọc cuốn này nếu ko muốn rơi vào tình trạng ko muốn đọc sách nữa. Sách này mình đọc chỉ thấy phần phân biệt sản phẩm và tác phẩm, truyền thống với gì nữa mình ko nhớ là hơi ổn thôi. Tốn 96k chỉ để đọc phần hơi ổn chứ ko hay hoặc thú vị thì đúng là tốn tiền, tốn thời gian. Không biết sách này ké bao nhiêu fame để nổi như vầy nữa. Hầu hết là trích 1 đoạn văn/thơ/câu nói... của những nhà hiền triết, người nổi tiếng... để phân tích và có lặp lại khô khan, thường kết luận bằng từ "hãy". Nói chung là cuốn này hoàn toàn không phù hợp với mình.
-
Buku ini ternyata tidak sesuai ekspektasiku huhuhu, walaupun sebenarnya aku membeli buku ini karena biar samaan kayak V tapi ternyata buku ini biasa saja untukku.
Isinya bagus, memberikan pelajaran. Tapi aku bukan orang yang bisa ingat dengan semua nilai-nilai yang begitu banyak di bukunya. Terlebih lagi jika nilai itu hanya diambil dari sepenggal paragraf atau kalimat dari banyak filsuf.
Sayang saja, kapasitas otakku yang tidak memumpuni untuk mengingat satu persatu nama, isi, dan nilai yang disampaikan dari buku ini karena saking banyaknya:") -
Nếu có thêm những ví dụ thực tế thì các chuẩn mực về ngôn từ và giao tiếp trong đây sẽ dễ tiếp thu hơn chứ ko kiểu rời rạc và hời hợt. Chúng đều có giá trị nhưng đọc như là đọc triết vậy, khi đọc thì thấy hay ho, sau rồi chả đọng lại bao nhiêu. Có đôi bài rất hay, như về sản phẩm và tác phẩm. Không thể cứ đọc cả cuốn một lèo được. Mỗi mẩu nên được đọc một cách chú tâm, rồi nghiền ngẫm và đối chiếu với kinh nghiệm của mỗi người. Mùi hàn lâm hơn là thực tiễn.
-
3,8 sebenarnya dengan pembulatan ke atas.
Buku ini unik. Karena ngajarin tentang ilmu berbahasa tapi dasar2nya dari perkataan para filsuf timur & barat alih-alih berdasarkan ilmu komunikasi secara umum. Tapi meski begitu, apa yang dikutip dari para filsuf pun selaras dengan pengembangan diri untuk berkomunikasi dengan baik.
Penulis membagikan 8 tahapan utk mencapai cara komunikasi yg baik & benar; Pengembangan diri, Sudut Pandang, Kecerdasan, Kreativitas, Menyimak, Pertanyaan, Gaya berbicara & Kebebasan. Nah, 8 tahapan ini diuraikan kedalam 8 bab dgn kutipan filsuf sbg dasar utamanya.
Kalau penulis bisa ngomong langsung sama kita, ringkasnya dia mungkin bakal bilang gini “Daripada kamu sibuk memperbaiki diri dari luar supaya terlihat hebat saat berkomunikasi.. mendingan kamu bagusin dulu deh diri kamu dari dalam. Perbesar dulu kapasitas mangkuk kata-katamu.”
Menariknya lagi, buku ini ada juga bahas kalau diam dan mendengarkan itu termasuk ilmu berkomunikasi. Ya memang. Tapi pas baca kalimat ini aku jadi teringat salah satu kalimat yang ada di alkitab; “Hendaklah kamu cepat untuk mendengar, lambat untuk berkata-kata & lambat untuk marah.” Jadi buku ini kayak mengingatkan aku akan hal baik yang sudah kubaca sebelumnya.
Buku ini bisa banget dibaca kamu yg mau mengembangkan diri dalam dunia komunikasi juga buat kamu Army🤭
Fact : #ThePowerOfLanguage dibaca oleh ‘V’ BTS bahkan di kata pengantarnya penulis mengucapkan terimakasih krn ‘V’ BTS sudah membaca buku ini sehingga memungkinkan karyanya dikenal army & diterbitkan di Indonesia. -
Ini bukan buku tentang bahasa tapi tentang cara berkomunikasi. Komunikasi melibatkan dua hal secara umum yaitu kemampuan menyimak dan berbicara. Tapi apakah itu akhir dari sebuah prosesnya? Tidak. Buku ini menjelaskan secara singkat tapi padat tentang apa saja yang dibutuhkan dalam membangun interaksi. Dimulai dari mempertajam sudut pandang, kecerdasan, kepekaan, cara bertanya, cara menjawab, gaya berbicara dan kebebasan. Komunikasi adalah aspek penentu bagaimana orang lain melihat diri kita. Ada yang pintar bicara tapi tidak tau mendengar. Ada juga yang pintar mendengar tapi tidak tahu bicara. Komunikasi frontal, pasif, intrik dan retorika adalah sedikit dari konten di buku ini. Buku ini mengajarkankan keseimbangan agar tidak terlalu dominan dalam komunikasi tapi juga tidak terlalu resesif.
-
judul: The Power Of 말의 내공 Language
penulis: Shin Do Hyun & Yoon Na Ru
penerjemah: Hyacinta Louisa
penerbit: Haru Media
tebal: 208. hlm
terbit: maret 2020
Buku The Power Of 말의 내공 Language ini adalah buku ilmu humaniora yang berkaitan dengan 'bahasa dan kata'. melalui tulisan-tulisan para filsuf dari negara-negara barat dan timur.
Di buku ini itu penjelasannya dibagi menjadi 8 tahap diantaranya itu: 1. pengembangan diri, 2. sudut pandang, 3. kecerdasan, 4. kreatifitas untuk tahap lainnya dan penjelasannya bisa baca sendiri di bukunya
kekurangan dari buku ini yaitu:
1. kalimat dari baris atas kebaris berikutnya kurang nyambung jadi saat membaca kalimatnya agak kebingungan
2. penataan isinya ada yang kalimatnya seharusnya spasi malah menyatu menjadi satu kalimat
buat kalian aku rekomendasikan buku ini untuk dibaca meski ada sedikit kekurangan tetapi masih oke untuk dibaca. -
Ini kali pertama saya membaca buku terkait ilmu humaniora. Saya sangat suka dengan berbagai kutipan atau kalimat yang dibuat oleh tokoh-tokoh terkenal. Dan setelah saya membaca buku ini, saya semakin mengerti betapa hebatnya mereka, bisa menuangkan makna dalam ucapan mereka.
Tidak hanya itu, buku ini membantu saya untuk tahu kapan seharusnya mengutarakan ucapan/pendapat dan kapan seharusnya membuang ucapan yang mungkin bisa merusak kehidupan kita di masa depan. -
Buku The Power of Language 말의 내공 ditulis oleh Shin Do Hyun & Yoon Na Ru , lalu diterjemahkan oleh Hyacinta Louisa dan diterbitkan oleh Haru Media, imprint dari Penerbit Haru pada tahun 2020. Buku ini cukup tebal, sekitar 212 halaman. Jumlah bab ada 9 (Pengembangan Diri, Sudut Pandang, Kecerdasan, Kreativitas, Menyimak, Pertanyaan, Gaya Berbicara, Kebebasan, dan Contoh Nyata), dengan setiap bab memiliki 7 bagian.
Buku The Power of Language 말의 내공 adalah buku ilmu humaniora yang berkaitan dengan bahasa dan kata, bagaimana berkomunikasi yang baik terhadap sesama manusia, serta melihat contoh dari kisah para filsuf dan tokoh terkenal di dunia. Buku ini memadukan ilmu humaniora, bahasa, dan filsafat. Secara garis besar, buku ini mengulas tentang tahap persiapan dan pematangan dalam teknik berbahasa, teknik berbahasa, cara menerapkan teknik berbahasa, dan contoh penerapan teknik berbahasa dalam kehidupan para filsuf dan tokoh terkenal di dunia.
Buku ini menurutku bagus karena selain mengulas tentang teknik berbahasa juga memadukan filsafat dan ilmu humaniora. Buatku yang kuliah di jurusan Linguistik (ilmu bahasa), buku ini menjelaskan teknik berbahasa (kemampuan berbahasa) secara lebih dalam dan dari sudut pandang berbeda dari buku pelajaran bahasa sehingga mudah dipahami orang secara umum, juga banyak membahas dari segi humaniora dan filsafat. Lebih cocok untuk yang pernah belajar filsafat, terutama filsafat ilmu. Tulisannya menarik karena terdapat perbedaan font serta ketebalan pada kutipan filsuf, isi, dan hal yang penting. Contoh dalam buku ini menarik karena dari kisah para filsuf dan tokoh terkenal dunia.
Ada banyak kutipan yang kusukai, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
- "... kesadaran adalah suatu tahap di mana kita menyadari perasaan kita dengan cepat dan tepat." (Hyun dan Ru, 2020, hlm. 32).
- "... momen saat ini adalah sesuatu yang sangat berharga dan berarti." (Hyun dan Ru, 2020, hlm. 63).
- "Jika ingin mendapatkan hatinya, bukalah dulu hatinya itu, jika ingin mengambil sesuatu darinya, memberilah terlebih dahulu. Hal ini disebut kebijakan rahasia, cara kelembutan mengalahkan kekuatan." Lao Zi (dalam Hyun dan Ru, 2020, hlm. 101).
- "Ketika membaca, kita perlu memahami makna yang tersirat sebelum kita bisa mempelajarinya secara menyeluruh. Jika kita tidak bisa memahami makna yang tersirat, kita akan kehilangan petunjuk untuk mendekat kepada inti tulisan. Memahami makna yang tersirat dalam teks akan membuka konteks secara alami." Zhu Xi (dalam Hyun dan Ru, 2020, hlm. 109).
Buku ini lebih cocok untuk orang yang menyukai bidang bahasa asing, ilmu bahasa, dan filsafat. -
Judul: The Power of Language
Penulis: Shin Do Hyun dan Yoon Na Ru
Jumlah Halaman: 320 halaman
Durasi baca: 2 hari
📚 Buku ini sempet viral karena ada salah satu personel boyband korea yang membacanya. Bahkan itu ditulis dalam kata pengantarnya. Dan judulnya, menjadi satu hal yang membuat aku tertarik. Terlepas dia sudah dibaca artis KPOP atau nggak (Nggak ngaruh buatku) 😁
📖 Awalnya aku kira ini adalah buku yang akan menuliskan hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan bahasa, tapi saat aku membacanya di awal-awal, ada yang membuatnya kurang cocok antara isi dan judulnya. Lalu, ada hal yang gak bisa membuatku nyaman saat membacanya di awal-awal. Ada beberapa inkonsistensi pada apa yang ditulis di dalamnya. Seperti ingin bilang A tapi B juga dan bukan A.
📖 Hal lainnya adalah perihal terjemahannya yang gak terlalu luwes. Terlalu kaku sehingga ada beberapa kalimat yang justru bikin mikir maksudnya apa. 🤦🏻♀️ Awalnya kurang nyaman dengan terjemahannya. Tapi sejak di pertengahan, bahasanya lebih nyaman. Dan bisa menarik beberapa hal dari dalam buku ini.
📚 Beberapa hal yang bisa kudapat setelah membaca buku ini, diantaranya adalah:
• Mendengar dan menyimak lebih utama.
• Menjadi diri sendiri dengan bebas, dalam koridor kebenaran.
• Harus bisa melihat dari segala sisi sebelum memberi tanggapan.
• Perkataan kita akan selalu meminta pertanggungjawaban.
• Kreativitas, dan pemahaman mendetail tentang sesuatu akan membantu membentuk persepsi.
• Sesuaikan perkataan dengan siapa kita berbicara.
• Pertanyaan dan ketidakpuasan adalah hal yang akan membuat kita berkembang. -
Mình mua quyển này vì nghe bảo cũng là best seller. Mình đọc là tại vì thấy mua lâu quá rồi chưa đụng vô! Cảm giác tội lỗi ùa về.
Chừng nửa đầu của sách khiến mình hơi khó chịu vì cách hành văn của người dịch, cảm giác cụt ngủn, như dịch chưa hết ý vậy đó. Nửa sau thì đã trôi chảy mạch lạc hơn nhiều.
Về hình thức sách: Bìa đẹp, font chữ to rõ, trình bày rõ ràng, dễ đọc.
Về nội dung: tưởng chừng các phần tác giả nói đều không liên quan đến nhau (đoạn đầu mình đọc hơi chán và lướt khá nhanh), nhưng đọc đến chương 3-4 là có thể hiểu được dụng ý của tác giả.
Ấn tượng của mình: giống như học lại Triết học trong lĩnh vực Giao tiếp ứng dụng vậy đó! Tuy nhiên để tránh nhàm chán và lý thuyết suông thì tác giả cũng có nêu các dẫn chứng từ điển tích phương Đông cho đến phương Tây. Cũng có 1 vài ví dụ thực tiễn. Nhìn chung cần đọc chậm rãi và nghiền ngẫm, đồng thời bản thân rèn luyện thêm thì mới tiếp nhận trọn vẹn thông điệp của tác giả!
Quyển sách nói về cách thay đổi và cải thiện việc giao tiếp của bản thân, thông qua ngôn từ để có thể đạt được những thứ mình mong muốn. Từ cách rèn luyện (có "cái tôi" cá nhân cùng quan điểm chủ quan rõ ràng, phải biết yêu thương bản thân và tin vào sức mạnh vô hạn của mình, không ngừng vun đắp trí tuệ và tri thức,....) cho đến cách thể hiện, dùng ngôn từ làm công cụ và thu về được nhiều giá trị hơn.
Mình mất khoảng 2 tiếng để đọc quyển này. Chợt nhận thấy khá nhiều lời khuyên mình đã tiếp nhận được từ hồi học chương trình của CMU *thật vi diệu*
Minh Thuy, 08|05|2021. -
Một cuốn sách rất đẹp, từ cái bìa đến trang sách lun. Và mình đang dùng nó như thể cái ví tiết kịm ý, vì nó xink dã mang lun mm ạ, nội dung thì cũng được thôi, nhưng mục đích mình mua là để lấy hình V nên mình cũng hoing thất vọng mấy, vì có kì vọng đâu?!?!
-
Ini adalah buku pertama saya dalam hal ilmu komunikasi, yang berbeda dengan buku pengantar yang lain. Menggunakan kutipan para filsuf dan diulas sebagai panduan komunikasi yang baik versi penulis.
-
This book is a little hard to understand and need to read again many times
Language of this book so abstract -
The book that everyone need to read once in their life
-
"Manusia biasanya bersikap murah hati atau pemaaf kepada kesalahan dirinya sendiri, tapi bersikap ketat terhadap kesalahan yang dilakukan oleh orang lain. Orang lain bisa dengan cepat menangkap kata-kata yang tidak bisa kita jaga atau patuhi. Ketika kita bisa menjaga tujuh dari sepuluh ucapan kita, maka kita akan menganggap diri kita sebagai orang yang bisa dipercaya. Namun, orang lain akan lebih berfokus kepada tiga ucapan yang tidak bisa kita jaga. Dengan begitu, mereka akan menilai kita sebagai orang yang tidak bisa dipercaya." — hal. 162
Buku yang ditulis oleh Shin Do Hyun dan Yoon Na Ru ini pernah dibaca oleh V BTS —seperti yang tertulis di kata pengantar edisi bahasa Indonesia— dan itu menjadikan buku ini terbit di Indonesia. Terima kasih, penerbit Haru karena telah menghadirkan buku ini di Indonesia. Thanks juga, V, karena influensmu juga buku ini bisa hadir di tengah-tengah kami.
Buku ini berbicara tentang apa-apa yang perlu kita perhatikan supaya kita dapat menggunakan bahasa dengan baik. Bukan hanya baik melainkan juga kuat, penuh makna, efektif, dan tepat. Kukira buku ini akan membahas tentang kiat-kiat berpidato atau apalah, tapi ternyata bahasannya jauh lebih berat dan berisi daripada itu. Lewat buku ini, kita diajak untuk membedah semua aspek berbahasa baik dari segi wawasan, cara, sopan santun, dan lain sebagainya melalui kutipan-kutipan filsuf yang akan dijelaskan pada subbagian-subbagiannya.
Buku ini terdiri dari delapan bagian atau tahap, yang dipecah-pecah lagi menjadi beberapa subbagian. Yang menarik, di buku ini juga dijelaskan mengenai 'menyimak' atau 'mendengarkan' dalam satu bagian khusus. Dengan demikian, penulis ingin menyampaikan bahwa dalam berbahasa, aspek menyimak juga penting. Karena memang, tidak semua orang dapat mendengarkan orang lain.
Overall, buku ini sangat enjoyable buat teman-teman yang suka baca non-fiksi. Meskipun begitu, aku butuh niat dan usaha ekstra untuk mencerna dan menikmati buku ini karena membaca non-fiksi, apalagi fiksi terjemahan, adalah sesuatu yang baru bagiku. Tetap, hal itu tidak mengurangi nilai di buku yang padat ilmu seperti ini.
The Power of Language
Shin Do Hyun & Yoon Na Ru
205hal -
Pelajaran utama dari buku ini mengingatkan saya pada pepatah Jawa yang sangat familiar di sepanjang hidup saya: ajining dhiri gumantung ana ing lathi. Tutur kata (perkataan) depat menjadi dasar penilaian orang lain terhadap kita. Selama ini, mungkin masih banyak yang belum menyadari bahwa perkataan yang kita ucapkan memiliki pengaruh pada sekitar. Oleh karenanya, kita perlu memilah dan memilih dalam menggunakan kata-kata. Bijak dalam betutur. Sering kali kita merasa tersentuh atau terbawa emosi tertentu ketika mendengar perkataan orang-orang yang kita anggap “memiliki pengaruh”. Bahkan, pada orang yang belum kita kenal pun, ada kalanya juga kita terbawa perasaan karena pilihan-pilihan kata yang diucapkan. Melalui cara mereka bertutur lewat cerita, lagu, atau taangan singkat dalam bentuk video. Kemampuan tersebut tidak lahir begitu saja, ada proses panjang yang dilalui hingga akhirnya mereka memiliki kemampuan untuk “memengaruhi orang lain” lewat kata-kata.
Kedua penulis buku ini sama-sama menggeluti bidang bahasa. Shin Do Hyun merupakan ahli humaniora yang pernah menempuh pendidikan di Jurusan Filsafat dan Bahasa Korea. Sementara Yoon Na Ru adalah guru bahasa Korea dan pelajaran menulis di salah satu SMU di Seoul. Mereka menyajikan pembahsan yang runut tentang apa saja yang perlu dipelajari dalam proses “belajar berbahasa”. Selain memperbaiki dan mengembangkan kemampuan berbicara, proses pembelajaran berbahasa juga berperan penting dalam proses pengembangan diri menjadi pribadi yang lebih baik.
Sebelum masuk ke pembahasan mengenai pentingnya menjaga perkataan, buku ini mengajak pembaca untuk mengenali dirinya terlebih dahulu. Tujuannya adalah mengetahui perasaan apa yang paling mendominasi keseharian kita. Dengan begitu, kita bisa mengetahui “latar belakang” penggunaan kata-kata yang keluar dari mulut kita sehari-hari.
Cerita lengkap saya tentang buku ini dapat dibaca pada laman:
https://tikagelora.wordpress.com/2023... -
KALO MULUT UDAH KEBUKA BUAT NGELUARIN KATA-KATA, PASTIIN DIPIKIR DULU SEBELUM TERLANJUR NYAMPE KE TELINGA LAWAN BICARA.
Wkwkwk! Plissss jangan salah sangka! Aku gak ngegas ya! Barusan aku cuma mau memberikan contoh yang tydaccc baiqqq. Contoh nasihat seperti diatas pun akan terdengar kurang enak bahkan bisa menusuk hati lawan bicara kita. Itulah sebabnya buku ini tercipta untuk kita renungkan.
Yup! Berdasarkan pengalamanku selama membaca buku ini, aku banyak mangut-mangut sambil berbisik “iya juga ya..” plus auto introspeksi diri, apalagi setelah membaca semuanya sampai habis.
Sesuai yang ada diblurb, bahwa buku ini berisi tentang kutipan para filsuf dan pe mikir dari barat maupun timur yang meskipun mereka hidup dijaman dulu tapi kutipan-kutipan yang ada dibuku ini masih relate banget dengan kehidupan kita dijaman now dan yang pasti bisa kita aplikasikan ke kehidupan sehari-hari.
Salah satu yang bisa kita praktekin dari banyaknya pelajaran dibuku ini adalah; Tingkatkan rasa empati sebelum perkataanmu menusuk bagai pisau belati sekalipun niatmu tulus dari hati (cie).
Yang aku kurang suka dari buku ini: covernya yang nampak kurang greget, dan juga masih ada beberapa kalimat yang harus aku baca berulang-ulang sampai akhirnya bisa ‘connect’ sama kalimat tersebut.
At the end, buku ini clear enough buat dicerna, bisa memperkaya ilmu tanpa terasa digurui olehnya dan pastinya bermanfaat bagi kehidupan kita.. apalagi buat kita-kita yang masih muda.. hah??? KITA??!! (Abis ini langsung ditanya umur). *kabuuuuurrrr 🤣
Ps: Aku beli buku ini tahun 2021, mulai dibaca pada akhir bulan Juni 2022, dan baru tamat kemarin.. hari Jum’at, 3 Februari 2023. Mantaaaabbb 😂
Anyway, buku apalagi ya yang harus aku review? Ada saran gak dear??? Ketemu di Instagram yuk!
Follow me: @dearbookish ❤️ -
Ga memungkiri, tertarik baca buku ini karena Kim Taehyung aka V member BTS pernah bawa buku ini saat di bandara..
Di sampul depan sudah tertulis jelas, bahwa buku ini membahas tentang Kecakapan Berbahasa dalam Komunikasi Melalui Kisah Klasik Barat dan Timur untuk menarik Perhatian Banyak Orang.
Saat membaca buku ini, sedikit banyak kita diajak belajar tentang ilmu filsafat dan humaniora.
Penulis menggunakan kutipan-kutipan para filsuf dan pemikir dari Barat maupun Timur, kemudian menjelaskan dan memberi contoh sederhana bagaimana cara berbahasa yang baik dari kutipan tersebut. Ini yang aku suka, kita semakin mudah memahami isi bukunya dengan baik, karena kutipan yang dituliskan pun sangat relate dengan kehidupan saat ini.
Jika ditilik lebih dalam, buku ini terlebih dahulu mengajarkan agar kita fokus dengan diri sendiri dahulu sebelum fokus ke orang lain.
Buku ini menekankan dasar tentang diri sendiri terlebih dahulu, baru kemudian merefleksikannya ke orang lain. Sangat sistematis!
Buku ini terdiri dari 8 tahapan : Pengembangan Diri, Mengubah Sudut Pandang, Cara Jika Ingin Ucapanmu Lebih Dalam, Cara Berbicara Baru, Cara Menyimak dengan Baik (ini yang paling favoritku!), Cara Jika Ingin Bertanya & Menjawab dengan Baik, Teknik Berbicara, dan Ucapan yang Harus Dilaksanakan & Dibuang.
Terjemahannya mudah dipahami, sampulnya simpel, isinya ringkas (1 bab hanya beberapa sub bab, dan 1 sub bab hanya beberapa halaman), cocok dibaca kalau kalian lagi butuh asupan tentang pembelajaran hidup, namun tidak mau berpikir terlalu keras. -
Seperti melihat dunia dan cara pandang yang berbeda saat membaca buku ini. Buku yang bahasanya cukup meliuk-liuk, entah karena ini adalah buku terjemahan atau karena memang bahasa khas buku-buku filsafat.
Dari buku ini, aku jadi sadar bahwa bahasa memiliki efek yang besar dalam kehidupan. Bahasa dan kata adalah dua hal yang mungkin kita anggap sederhana, namun ternyata mereka memiliki peran penting. Bagaimana cara kita bertutur dan bagaimana cara kita memilih kita ternyata menentukan bagaimana nasib kita hidup sebagai manusia sosial.
Banyak kutipan para filsuf dan pemikiran para filsuf yang diangkat dalam buku ini. Jika kamu adalah tipe yang mudah terhasut, terutama dalam hal keyakinan, kita harus punya prinsip yang kuat terhadap iman sebelum baca buku ini. Karena teori dan pemikiran filsuf bisa jadi membawa kita mempertanyakan keyakinan yang kini kita sedang imani.
Namun jika kamu adalah orang yang kuat dan tidak mudah tergoyahkan. Membaca buku ini seperti melihat dunia baru dan membuka mata tentang toleransi yang lebih luas lagi. Pelajaran tentang hidup bisa didapat dari siapa saja dan melalui pendekatan apa saja. -
Nilai 4/5 untuk buku yang judulnya "menipu" ku. Menipu kenapa? Karena dari judulnya kita mungkin akan berpikir bahwa ini tentang komunikasi tetapi aslinya buku ini berisi tentang filosofi dalam kehidupan. Filosofi yang emang erat kaitannya dengan komunikasi. Sebenarnya bukan komunikasi aja sih tetapi bahasa. Bagaimana bahasa yang kita persepsikan bisa mengubah cara pandang kita terhadap dunia.
Selama membaca buku ini aku diajarkan untuk mempersiapkan diri dengan matang sebelum melakukan percakapan, baik saat kita berbicara ataupun mendengar. Mempersiapkan diri berarti kita mengetahui apa yang akan kita bicarakan agar lawan bicara kita paham dengan maksud kita dan agar perkataan kita nantinya tidak menyakiti hati pendengar. Saat mendengarkan perkataan orang lain pun kita fokuskan hati dan pikiran kita agar bisa menangkap makna dari perkataan itu. Dan tidak masalah apabila kita memiliki persepsi masing-masing atas perkataan orang lain karena setiap individu memiliki kreativitasnya masing-masing.
xxx, L. -
Buku yang kabarnya dibaca v krn sulit mengungkapkan maksud dari perkataanya. Somehow aku merasakan hal yang sama, so let's read this book.
Cuma berharap mendapatkan jawaban untuk cara mudah dalam berbicara, dan ternyata yang kudapatkan lebih dari itu.
Bagus, karena bisa memberikan gambaran banyak aspek penting dalam sebuah percakapan. Bukan hanya 'berbicara' namun juga pentingnya aspek, memahami diri sendiri, pemikiran dan ide original, ilmu yang luas, ketulusan dan hati yang terbuka untuk bisa menghargai pembicaraan. Sisi lain buku ini menggambarkan tentang aspek memanusiakan manusia, dengan mengambil banyak kisah filsuf klasik dari barat dan timur.
Terakhir, buku ini juga tidak lupa mengingatkan untuk tidak berbicara disaat kita tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata atau justru ketika kata-kata itu dapat menyakiti dan merusak sesuatu dalam hidup kita.
Definitely will be my favorite, despite of some "lost in translation words" dari buku terjemahan ini.
Selamat mempelajari kata-kata :) -
📚Sudah lama penasaran dengan buku ini tapi selalu maju mundur sampai akhirnya dibaca juga. Dan sewaktu mulai membaca beberapa halama dalam hati “kenapa gak dari kemaren-kemaren baca ni buku?”
.
📚Dan buku ini memang bukan buku yang termasuk ringan, butuh mengulangi beberapa bagian dan membaca dengan lambat sambil mencoba memahami apa yang disampaikan tentang tips meningkatkan kemampuan kita berbicara, mendengarkan/ menyimak dan juga etika ketika berbicara dengan orang lain, juga mencintai diri kita sendiri lewat bahasa, kemampuan mengelola perasaan.
.
📚Penulis membagi 8 bahasan; Pengembangan Diri, Sudut Pandang, Kecerdasan, Kreativitas, Menyimak, Pertanyaan, Gaya Berbicara, dan Kebebasan dengan contoh kisah-kisah didalamnya untuk memudahkan kita lebih memahaminya. Dan cukup banyak note untuk diriku sendiri dibuku ini seperti tentang bagaimana berkomunikasi yg baik dan bijaksana, juga tentang bersosialisasi dengan orang-orang disekitar kita. Meski bukan bahasan yang ringan tapi buku ini rekomendasi bangat.