Title | : | Cerita buat Para Kekasih |
Author | : | |
Rating | : | |
ISBN | : | - |
ISBN-10 | : | 9786020308982 |
Language | : | Indonesian |
Format Type | : | Paperback |
Number of Pages | : | 276 |
Publication | : | First published November 1, 2014 |
Awards | : | Kusala Sastra Khatulistiwa Prosa - longlist (2015) |
“Rasanya belum tercatat di Guinness Book of World Records siapa yang paling banyak bercerita dalam satu malam. Ratu Syaharazad, hanya menceritakan satu cerita dalam satu malam...”
“Berapa records-ku?”
“Dua belas cerita dalam satu malam...”
Aku tertawa.
“Kenapa?”
“Itu melampaui jumlah pacar-pacarku...”
“Tapi pasti jauh lebih sedikit dibanding bualanmu!”
***
Seorang kekasih bercerita tentang seekor gagak yang lahir dari hati perempuan yang dibakar. Ia berkisah tentang teka-teki kematian yang tak terpecahkan. Juga tentang kota yang semua penduduknya buta! Lalu tentang ribuan ulat bulu yang muncul dari kebencian, tentang kunang-kunang kuning kemilau, dan seorang laki-laki yang hidup dengan istri yang diawetkan dalam akuarium. Apa pun yang diceritakan itu, dongeng penuh keajaiban, gosip atau bualan, selalu membuat tertegun di akhir kisah. Bukankah semua kisah yang datang dari kekasih akan selalu terdengar indah?
Cerita buat Para Kekasih Reviews
-
Aku nggak tahu kenapa aku kecewa dengan bukunya yang ini padahal sebelumnya aku sangat suka dia.
Ini seperti melihat puisi-puisi om Hasan, ketika semua hal bisa dijadikan puisi, semua hal dapat diceritakan cerita, dengan pola yang sama, tekanan yang sama, itu menjadi tidak semenarik seharusnya. -
Cerpen-cerpennya monoton.
Begitulah. -
Aku tak yakin apakah para kekasih mau mendengarkan cerita-cerita ini sambil rebahan di ranjang. Judulnya memang terlihat romantis, tapi cerita-cerita di dalamnya kebanyakan miris dan sadis.
Ini buku Agus Noor yang pertama kali saya baca, dan tentu saja, saya akan membaca karya-karyanya yang lain. Cara bertutur Agus sangat lembut layaknya kekasih yang memanjakanmu dengan diksi-diksi indah. Ketika kau dibuat melayang dengan kisahnya, tanpa sadar kau akan terbelalak dengan endingnya. Ya, banyak twist yang tidak disangka dalam kumpulan cerpen ini. Saya rasa disitulah pengecualian Agus Noor dengan cerpenis lainnya.
Bicara tentang judul favorit, saya rasa semuanya. Tapi ada beberapa judul yang outstanding bagi saya: Kupu-kupu Seribu Peluru, Kunang-kunang di Langit Jakarta, Tukang Pijit, dan Kalung.
Ini adalah buku yang sangat saya rekomendasikan. Tapi ingat, tak cocok untuk diceritakan saat kencan. -
Cerita Buat Para Kekasih....hmmm....saya tertipu dengan judul dan cover dari buku ini. Saya kira ceritanya bakalan seperti buku-buku romance Indonesia lain yang manis dan kadang bikin galau.
Tapi setelah membaca sinopsis di cover belakangnya, saya senang sekali. Soalnya sinopsisnya menjanjikan sesuatu yang lain *halah*.
Saya jadi tidak sabar ingin membaca cerita-cerita yang dijanjikan oleh sinopsis tersebut. Terus...terus...pas saya membuka halaman pertama buku ini, saya kaget karena disana ada tanda tangan penulisnya disertai ucapan "Sehangat Pelukan Kekasih". Huaaahhhh....senangnya.
Ehm, kembali ke buku.,, dan sampailah saya pada cerita pertama yang berjudul Seorang Wanita dan Jus Mangga. Dan saya langsung speechless setelah membaca cerita ini. Saya akhirnya menyadari kalau kumpulan cerpen yang ada di tangan saya ini adalah kumpulan cerpen yang --- menurut istilah saya dan kakak sih --- termasuk dalam kategori "kelas berat" :D
Namun meskipun begitu, anehnya, cerpen-cerpen yang ada di dalam buku ini bikin nagih. Saya sebetulnya sudah selesai membaca buku ini sekali duduk. Hanya saja, benar seperti kata sinopsis di atas, setiap cerita membuat saya tertegun di akhir kisah, akibatnya, saya perlu loading lama untuk menuliskan kesan-kesan saya setelah membaca buku ini.
Dan saya masih ingat, saat selesai membaca cerpen yang berjudul Memorabilia Kesedihan, meskipun halaman berikutnya bertuliskan "Exit", dan halaman berikutnya lagi bertuliskan "Selamat tidur, duhai para kekasih", saya sangat kecewa saat mengetahui kalau cerpen tersebut adalah cerpen terakhir di buku ini.
Yap, meskipun cerita-cerita yang ada di kumpulan cerpen ini absurd, kejam, ngeri, bikin jijik, dan kadang tidak bisa dicerna oleh otak, tapi somehow, ceritanya memang terasa indah.
Saya yang terbiasa membaca cerita fantasi dan anak-anak seakan tercerabut dari dunia saya yang aman dan tenteram ke dalam dunia nyata yang kejam.
Kritik-kritik sosial yang terkandung dalam cerita-cerita tersebut membuat hati meringis karena mungkin di suatu tempat di luar sana, hal-hal kejam tersebut memang benar-benar terjadi. Dan penulisnya berhasil membuatnya menjadi terasa lebih kejam lewat kata-kata.
Ngomong-ngomong tentang penulisnya, saat membaca "Tentang Penulis" dibagian akhir buku, saya baru tahu kalau Agus Noor ini ternyata telah meraih banyak penghargaan di bidang sastra. Hahhahh, kalau saja saya tahu sebelumnya, saya pasti tidak akan tertipu dengan tampilan awal buku ini dan sudah siap-siap membaca cerita-cerita "kelas berat". *baru keluar dari hutan belantara*.
Oh ya, saya dan teman saya yang juga sempat membaca buku ini bertanya-tanya kenapa tema untuk cerpen-cerpen ini, selain kritik sosial, juga banyak tentang orang buta. Dan tebakan ngasal kami adalah karena penulisnya ingin menyadarkan kita agar jangan seperti orang buta dan lebih awas terhadap masalah-masalah sosial. *sotoy mode on*. Dan kami juga sepakat kalau fotografi-fotografi yang nyelip di buku ini keren tapi ...errr... ada beberapa yang rada seram. :D
At last, 3 dari 5 bintang untuk Cerita Buat Para Kekasih. Terutama untuk cerpen-cerpen "kelas berat"-nya yang sudah lama tidak saya baca. Sebuah awal yang baru untuk mengawali bacaan saya di tahun yang baru. So, I liked it.
-
"Selamat tidur, duhai para kekasih....."
Demikian sepenggal penutup dari buku kumpulan cerita Agus Noor. Pada saat yang sama saat selesai melahap isi buku ini, saya hendak pula melekaskan untuk tidur. Sudah pukul sebelas malam. Namun saya memutuskan untuk menyibukkan diri dengan menonton acara tengah malam di televisi. Ada sesuatu yang membuat saya terasa bergidik untuk menyegerakan tidur. Buku ini "mengenaskan".
Sebagian besar buku ini mengisahkan cerita yang pilu. Seakan-akan, ingin diceritakan kepada kekasih hati, apabila kebanyakan cinta adalah air mata. Kegundahan, kemunafikan, ketidakadilan, keberingasan, kegeraman dalam cinta tergambar pada kebanyakan cerita-cerita buat para kekasih. Itu menjadi alasan sekaligus jawaban, mengapa saya membatalkan agenda tidur selepas membaca malam tadi. Takutnya, beberapa cerita akan kembali berulang dalam mimpi buruk. Saya sudah cukup tidak tahan dengan bermalam-malam beberapa waktu sebelumnya dengan "bunga bangkai" tidur yang berulang-ulang.
Apapun itu, Agus Noor menceritakan dengan sungguh puitik. Walaupun ada beberapa kata yang saya tak tahu, tetapi setidaknya ada beberapa yang mampu pahami dari buku. Itu tadi, cinta memang tidak melulu soal merasa bahagia. Caranya pun unik, ceritanya ada yang berlanjut-bersambung. Ada yang hanya tiga paragraf, dua paragraf, bahkan tiga baris.
***
"Seorang penyair menulis: senja ialah memar luka, di punggung pacar gelap. Tapi lelaki yang kini ditunggunya itu pernah berkata, 'Senja hanyalah cara waktu menguji, seberapa tabah engkau mencintai'."- Cerita di Hari Valentine, hlm. 25
"Keindahan tak pernah abadi. Ketidakabadiannya itulah yang membuatnya begitu berharga." - Senja di Mata yang Buta, hlm. 70
"Memaafkan bukan berarti meniadakan kesalahan. Keadilan hanya mungkin bila kesalahan tidak hanya dimaafkan." - Ulat Bulu & Syekh Daun Jati, hlm. 107
"...Mungkin itulah sebabnya, sering kita kangen pada saat-saat pertemuan pertama. Kita memang ingin selalu mengulang kenangan." - Kunang-kunang di Langit Jakarta, hlm. 115
"Ah, barangkali semua kesedihan hanyalah variasi bagi melankoli. Dan kehilangan tak pernah lebih pedih dari mencintaimu. Sementara melupakanmu, hanyalah caraku menipu rasa sakit." - Gerimis dalam E Minor, hlm. 136
"Ah, cinta hanya ingatan yang terus dipertahankan orang-orang kesepian." - Akuarium, hlm. 159
"Kau tahu nasib guru di negara ini, kan? Mulia statusnya, tapi melarat nasibnya." - Matinya Seorang Demonstran, hlm. 167
"Biarkan mereka menganggap kita hina, terbuang dan hidup sebagai budak kegelapan, tapi jangan pernah sekali-kali berbohong." - Permainan Anak-anak, hlm. 182
"-Kebaikan memang tak akan pernah habis, meski dibagikan.
-Ya. Dan yang terus bertambah, meski dibagikan, ialah kebahagiaan." - Menampung Embun, hlm. 217
"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan suara yang tak sempat diucapkan telepon genggam kepada kata, yang membuatnya bahagia." - Penyair yang Jatuh Cinta pada Telepon Genggamnya, hlm. 259
"Malam Lebaran.
Telepon genggam di dalam kuburan." - Penyair yang Jatuh Cinta pada Telepon Genggamnya, hlm. 262
"Seringkali kita memang membutuhkan kesendirian untuk menikmati kehilangan." - Memorabilia Kesedihan, hlm. 266
"...langit paling luas ialah hati tanpa kebencian. Yang paling menyedihkan dari kebencian, ialah usianya yang panjang. Ketika si pembenci mati, kebenciannya terus hidup." - Memorabilia Kesedihan, hlm. 268 -
Buku ini berisi kumpulan cerpen-cerpen dengan satu warna yang sama. Berbanding terbalik dengan judulnya yg romantis, buku ini berhasil menawarkan kengerian-kengerian yang digambarkan dengan bahasa yang menurut gua pribadi mendayu-dayu dan memikat.
-
Surprisingly, saya cukup terkesan dengan kumcer ini. Kisah-kisah di dalamnya diceritakan dengan bahasa yang, meskipun cukup nyastra tapi tidak membingungkan. Mayoritas kisah juga menyuguhkan ending yang tak terduga. Ibarat kata, menyimpan bom yang menunggu untuk meledak di akhir cerita.
Kisah favorit saya di buku ini adalah Pengintai dan Doa Api Yang Berkobar, di mana pada kedua kisah ini, pembaca dibawa mengikuti kisah yang mengalir begitu saja untuk kemudian menuju bom yang meledakkan pikiran menjadi berkeping-keping.
Selain itu juga kisah Ibu Negara Dan Kupu-Kupu, di mana dalam kisah ini mas Agus cukup lihai menyentil kebiasaan mantan ibu negara yang menggemari berfoto dan mengunggahnya pada sosial media. -
Membaca buku kumcer Agus Noor ini seperti mendengar seorang kekasih yang bercerita pada wanitanya. Dikemas menarik, beberapa cerita dibungkus benar-benar pendek sekaligus menyuguhkan klimaks dgn tepat dan cepat. Tetapi tidak ada yang benar-benar menjadi favorit saya. Pada beberapa bagian, kisah-kisah yang dihadirkan justru berputar pada akhir yang tragis, duka tak berkesudahan dan tentang betapa getirnya cinta dan kekasih dalam dunianya masing-masing. Meski tidak ada yang favorit, buku ini layak dikoleksi.
-
Beautifully yet fiercely written. Pemilihan kata-katanya ajib banget! Ending-endingnya sering tak terduga. Twist yg mengejutkan di berbagai cerita. Imaji liar yg berjalan seenaknya kesana kemari.
"Aku hanya selalu merasa, di antara spesies penulis, penyair adalah makhluk paling berbahaya, karena menguasai kata-kata." -
Cerpen favoritku:
1. Kupu-kupu Seribu Peluru
2. Tukang Pijit
3. Kalung
4. L'Abitune
5. Memorabilia Kesedihan
Kelima cerpen ini endingnya twist. -
beberapa keren abis...
beberapa sulit dimengerti...
beberapa bikin ketiduran...
beberapa cuma sang penulis dan Tuhan yg tahu maksudnya... -
Tergoda judulnya, tapi ternyata bukan tipe buku saya, sampai hari ini belum berhasil membuat saya menyelesaikannya, walau ada beberapa cerita yang cukup menarik.
-
Gilak. Buku ini macam permen yang rasanya macem-macem itu. Agus Noor sukses bikin aku merinding, bergidik, mual, sampe ngerasa hangat di dada akan tulisannya.
Cerita buat Para Kekasih adalah kumpulan cerita pendek yang, kebanyakan, cuma satu sampai dua halaman aja. Hebatnya, Noor bisa bawa otak muter dalam satu-dua halaman itu. Kebanyakan bikin kita mikir, serem juga ada orang yang bisa nulis cerita sedemikian bengis kayak gini.
Emang kita nggak boleh buku dari sampulnya. Menilik sampul Cerita buat Para Kekasih, aku nebak isinya tentang romansa satu pasang insan yang permasalahannya... ya gitu-gitu aja. Warnanya merah, manis. Untung aku sempat baca sinopsisnya dan mutusin buat beli.
Di antara tiap cerita, ada foto hitam-putih yang bikin aku makin semangat ngebaca. Sampai sekarang, belum aku temukan hubungan antara foto dengan ceritanya, tapi fotonya estetik banget, deh.
Favoritku adalah Rusa-rusa Itu pun Terbang, Nyonya Fallacia, Tukang Pijit, Akuarium, Seri Kalung, dan Hari Baik untuk Penipu.
Memasuki Seri Kalung dan kisah-kisah setelahnya, cerita yang ditulis lebih manusiawi. Seri Kalung sendiri bercerita tentang Thomas dan Azizzah. Dua insan yang dari kecil sudah memendam rasa, sayangnya berbeda agama. Alurnya mudah ditebak, tapi cara Noor bercerita sukses bikin aku sakit hati.
Hari Baik untuk Penipu bikin aku senyum-senyum karena kritiknya tajem banget. Akuarium bikin aku nggak habis pikir kenapa kok bisa-bisanya Noor kepikiran untuk nulis cerita kayak begini. Tukang Pijit bikin aku meringis. Nyonya Fallacia bikin aku makin gas ngebacanya karena nggak bikin penasaran banget! Lewat Nyonya Fallacia, Noor sukses negur kita-kita yang bisanya ngomongin orang aja tanpa crosscheck sama realita. Rusa-rusa Itu pun Terbang.... Hm. Singkat banget, cuma satu setengah halaman. Aku bingung gimana ngeringkasnya. Jadi mending baca sendiri, deh.
Overall, jempol buat Noor! -
Ini buku Agus Noor pertama yang secara utuh aku baca. Sebelumnya, aku hanya membaca beberapa cerpennya yang tersebar di Internet dan di blog pribadinya,
Dunia Sukab. Salah satu yang paling memukau adalah "Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi." Agus Noor memang seorang penutur cerita yang piawai menangkap peristiwa-peristiwa sosial untuk dia sajikan secara kritis dalam cerita-ceritanya.
Secara keseluruhan, aku akan mengatakan cerita-cerita dalam buku ini bagus. Namun aku tidak menyukai beberapa cerita yang dalam pandanganku terlampau surealis atau mistis yang penuh dengan metafora-metafora yang membingungkan. Bagiku, kekuatan sebuah cerita adalah kedekatanya dengan pengalaman keseharian kita. Meskipun dengan latar belakang yang fiktif dan bahasa yang tinggi ataupun tertimbun oleh diksi-diksi asing, apabila ceritanya mampu menyentuh kesadaran pengalaman yang terjangkau oleh kita, cerita tersebut akan menarik.
Maka cerita-cerita yang Agus Noor sajikan berangkat dari problematika sosial, sebagian besar soal cinta dan romansa, adalah yang aku sukai dari buku ini.
Sebagaimana judulnya, cerita-cerita dalam buku ini sebagian besar adalah cerita-cerita cinta. Bacaan ini cocok bagi mereka yang sedang semangat dalam menikmati ekspresi tersebut. Banyak kutipan-kutipan percintaan yang bisa seseorang ambil, baik untuk dipersembahkan kepada sang kekasih, atau sekadar dipergunakan untuk caption di Instagram . Salah satunya misalnya kutipan,
Wanita memang selalu berbahaya, karna kita tak pernah tahu apa yang dipikirkannya
Meskipun ritmeku dalam membaca buku ini cukup pelan, aku menikmatinya. Semoga saja juga aku bisa menikmati karya-karya Agus Noor selanjutnya.
-
Judul Buku : Cerita Buat Para Kekasih
Penulis : Agus Noor
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : November 2014
Harga : Rp49.000,00
Tebal : 276 halaman
Cover : Softcover
Ukuran : 13.5 cm x 20 cm
ISBN : 978-602-03-0898-2
"Di antara para kekasihku, hanya kamu yang suka bercerita,” katamu.
“Rasanya belum tercatat di Guinness Book of World Records siapa yang paling banyak bercerita dalam satu malam. Ratu Syaharazad, hanya menceritakan satu cerita dalam satu malam...”
“Berapa records-ku?”
“Dua belas cerita dalam satu malam...”
Aku tertawa.
“Kenapa?”
“Itu melampaui jumlah pacar-pacarku...”
“Tapi pasti jauh lebih sedikit dibanding bualanmu!”
Seorang kekasih bercerita tentang seekor gagak yang lahir dari hati perempuan yang dibakar. Ia berkisah tentang teka-teki kematian yang tak terpecahkan. Juga tentang kota yang semua penduduknya buta! Lalu tentang ribuan ulat bulu yang muncul dari kebencian, tentang kunang-kunang kuning kemilau, dan seorang laki-laki yang hidup dengan istri yang diawetkan dalam akuarium. Apa pun yang diceritakan itu, dongeng penuh keajaiban, gosip atau bualan, selalu membuat tertegun di akhir kisah. Bukankah semua kisah yang datang dari kekasih akan selalu terdengar indah?
*****
Kumpulan Cerpen ini berisikan banyak sekali cerita yang dikemas dalam bentuk sebuah buku berkonsep sesuai dengan judulnya, yaitu Cerita Buat Para Kekasih. Jadi, bila anda mempunyai kekasih atau mungkin para kekasih-yang berarti banyak, cerita-cerita dalam buku ini (yang saya anggap lumayan banyak pula) mungkin diharapkan dapat membantu anda sebagai bahan cerita yang layak dibacakan ulang kepada kekasih anda, tentunya bila ia sedang meminta diceritakan sesuatu sementara anda sedang tidak punya cerita apapun.
Tentunya anda harus memilih, untuk membacakan buku ini kepada kekasih anda yang tepat, sebab kebanyakan tema di dalamnya bukan kisah romantis picisan yang biasa-biasa saja. Lebih banyak mengandung kisah intrik, perselingkuhan, kebencian, semacam kisah gelap dalam dunia percintaan secara khusus dan dunia kehidupan secara umum. Namun bukankah cerita-cerita tentang hidup yang semestinya dan apa adanya lebih baik daripada sekedar bualan omong kosong tentang cinta yang selalu berakhir bahagia seolah di balik bahagia sudah tidak ada apapun yang mengintai dan menunggu kita lemah? Dan membaca buku ini seperti anda menunjukkan kegelapan di ujung sana dan dengan begitu dapat kita rasakan cahaya terang di ujung sini. Seperti konsep Yin dan Yang, ada gelap, ada terang.
Secara garis besar ada dua jenis tulisan yang terdapat di buku ini, yaitu cerpen, cerita pendek seperti biasanya, dan cermin, yaitu cerita mini yang saya rasa sebuah cerpen dengan jumlah halaman yang lebih sedikit lagi, kira-kira kurang dari 2 halaman. Dan cermin ini tidak hanya sedikit menghiasi lambung buku. Selain itu ada kejutan khusus bagi pembaca; foto-foto hasil jepretan Adimodel dengan model wanita-wanita lumayan seksi bersama mas Agus Noor sendiri, muncul di hampir setiap pergantian antarcerita dan menjadi ilustrasi cerita dengan gaya yang khas dan enak dilihat.
Buku dimulai dengan sebuah cerpen yang menarik perhatian saya tentang seorang perempuan yang mengupas mangga, yang menunjukkan betapa dalamnya penulis mengobservasi sisi seorang perempuan dan perubahannya yang terlihat begitu sedang memegang pisau dan mengupas buah."Seorang wanita bisa menutupi perasaannya dengan senyuman paling manis, tapi tidak ketika ia sedang mengupas buah."(hlm. 2)
Berikutnya dilanjutkan dengan beberapa cermin yang hanya mengandalkan sebuah plot yang twist di ending sebagai keseruan sebuah cerita. Namun dengan beberapa rentetan cermin yang terus datang, saya hampir bosan dan mengira semua cerita sisanya akan memiliki model singkat seperti ini, yang saya rasa bakal menjadi sebuah kesia-siaan dalam usahanya menerbitkan dalam bentuk buku, namun mulai muncul kembali cerpen yang panjang dan menyenangkan di mana saya bisa menikmati latar belakang tokoh dengan khidmat juga konflik beraneka ragam.
Kemudian saya temukan pula beberapa cerpen si penulis yang pernah saya baca di buku lain, seperti cerpen Matinya Seorang Demonstran, yang kemudian saya baca kembali sebab cerpen tersebut memang bagus. Saya jadi mengira, adakah semua cerpen di dalam buku ini adalah cerpen-cerpen lama milik penulis yang dikumpulkan dan disatukan dalam kemasan baru? Mengingat tidak adanya bagian catatan daftar judul cerpen dan pernah diterbitkan di mananya seperti halnya buku-buku kumpulan cerpen pada umumnya. Apakah hal ini disengaja oleh si penulis? Saya tidak tahu. Namun bagi saya hal ini menjadi poin kurang untuk bukunya.
Pemilihan font untuk cover pun yang rasanya agak terlalu kejepang-jepangan saya rasa kurang pas, padahal tidak ada cerita yang bersangkut paut dengan jepang. Mungkin font lain yang lebih biasa bisa lebih tepat.
Satu hal yang hampir saya lupa, terdapat satu bagian cerita tentang Azizah dan Thomas dalam buku ini yang memiliki bentuk yang lain daripada yang lain dan luar biasanya terasa amat segar dan menyenangkan saya. Bagian ini berupa semacam bentuk cerita memoar hidup yang dipecah dalam beberapa cermin dan disesuaikan dengan waktu dan adegan cerita yang pas dalam menuai konflik dan situasi para tokoh. Di bagian ini saya senyam-senyum sendiri seolah telah menemukan mainan baru dalam membentuk konsep cerita yang bisa dipelajari.
Sebagai penutup, bila anda membaca dengan baik buku ini, cerita-cerita di dalamnya dapat menemukan banyak unsur cerita yang tidak diduga, dan juga bisa menjadi sebuah kaca transparan yang membuat anda melihat sekitar dengan lebih apa adanya. Sebuah usaha untuk menjernihkan otak dan memeriksa kembali sudut pandang kita sebagai manusia. Dan tentunya lebih baik lagi jika anda ceritakan kembali cerita-cerita ini kepada kekasih anda, dari mulut anda ke telinganya, dan masuk ke hatinya. -
buku pertama Agus Noor yang saya baca. cukup banyak cerpen yang dimuat di dalamnya, namun entah mengapa saya suntuk membacanya. ritmisnya, emosinya, dan temanya hampir serupa. memang pada dasarnya isu-isu yang diangkat dalam setiap ceritanya cukup berani, meski sudah sering saya baca pengangkatan isu demikian dalam banyak cerita-cerita lainnya: perselingkuhan, perbedaan agama, pembunuhan atas nama cinta.
3/5. saya mau lagi mencari buku-buku beliau. -
"Tak usah larut dalam kesedihan. Sebab kesedihan punya waktunya sendiri-sendiri, yang mengerti kapan saatnya mesti pergi. Lagipula, kesedihan hanyalah cara kita memberi nama pada sesuatu yang sebelumnya tak bernama" (Penyair yang Jatuh Cinta pada Telepon Genggamnya)
Favorit banget sama kisah 'Matinya Seorang Demonstran', juga yang mengharukan tentang Sebuah Kisah Untuk Azizah dan Perempuan Yang Menampung Embun. Dua cerita singkat yang sungguh bermakna dalam. -
Awalnya saya membaca ini sebagai bacaan mengisi kosong di perpustakaan favorit dekat kampus. Tetapi, saya hari ini menuntaskannya, menandakan harus mencari bacaan pengganti nantinya.
Beberapa cerita dalam buku ini memang berasal dari formulasi Agus Noor yang diulang-ulang, kadang menjemukan dan melelahkan untuk dibaca. Saya tak menyarankannya dibaca sekali duduk. Hehe.
Syukurlah dari bagian setengah ke akhir, cerita-ceritanya tidak terlalu membosankan. Meski beberapa formulasinya masih ada yang diulang, gaya penulisan seakan diciptakan berbeda dan begitu terasa menuju akhir buku. -
Jujur sekali, banyak kisah yang menurut saya pribadi monoton. Mungkin juga karena pola penulisan atau pembawaan nuansa yang hampir serupa(?) Soal penulisan dan kematangan cerita, Mas Agus sudah tidak perlu diragukan. Kisah-kisah dalam buku ini juga mengangkat berbagai isu yang lekat di masyarakat, nilai tambah tersendiri untuk saya.
Secara keseluruhan, buku ini masih menyenangkan untuk dibaca saat hujan sambil minum secangkir kopi. -
cerpen-cerpen menuju akhir semakin enak kubaca tapi tetap aja dipikiranku, kapan sieh ini selesai?
baru kali ini aku kesal baca buku nggak selesai-selesai. hahaha.
selain cerpen yang terlalu muitis (dan ini bikin aku merasa overdosis), aku juga nggak ngerti apa manfaatnya foto-foto penulis bertebaran di halaman buku ini.
biar tebal? biar harganya mahal? -
Kisah-kisah yang mungkin tidak semua orang begitu ingin dengar dari sang kekasih. Ya setidaknya begitulah yang muncul di pikiran saya. Awalnya saya dibacakan satu cerita pertama. Tapi setelahnya, saya malah menjadi semakin tertarik. Hanya saja terkesan itu-itu saja. Jika kau punya kekasih, maka mintalah ia membacakannya untukmu. Mungkin dari sana, kau bisa merasakan emosinya saat itu.
-
Awalnya, saya lupa mengapa mendadak ingin membeli buku ini, entah tertarik judulnya, desain cover yang tampak misterius dengan didominasi warna putih dan ungu, atau tergoda oleh kebesaran nama penulisnya. Namun, tepat ketika ingin menulis review ini, saya teringat bahwa alasan saya ngotot banget ingin membeli CBPK adalah usai membaca review dari salah seorang kawan. Ulasannya sederhana, hanya saja kutipan yang ia cantumkan cukup membuat saya tergoda. Walau akhirnya, saya tidak benar-benar membelinya (baca: dibelikan) :D
Saya pikir, buku ini seperti kebanyakan kumcer lainnya--Berisi beberapa cerita sepanjang cerpen-- namun saya keliru, bahkan di dalamnya ada sepenggal cerita yang tak lebih dari 4 baris. Semacam flash fiction dan ini ada beberapa, bahkan lebih banyak dibanding cerpennya. Namun, kepiawan penulis dalam menceritakannya menjadikan #FF ini bernyawa.
Penulis sangat lihai dalam memberikan kejutan-kejutan untuk setiap ending ceritanya. Tidak selalu terjebak pada ending yang mematikan tokohnya seperti kebanyakan penulis. Benar-benar bisa dijadikan referensi untuk penulis pemula yang menginginkan twist ending dalam karyanya. Saya sendiri kebetulan sering menulis cerita dengan gaya seperti ini, sekalipun tentu tak dapat dibandingkan dengan beliau, namun cukup banyak membantu saya menebak akhir dari setiap potongan cerita yang penulis suguhkan.
Secara keseluruhan saya suka buku ini, sekalipun ada beberapa kisah yang justru membuat saya mengerutkan dahi. "Maksudnya apa sih?" Dan hingga saya baca lagi kisah yang sama, saya tetap tak mengerti. Hahahaha... mungkin daya imajinasi saya saja yang kurang, atau entahlah... ^_^
Beberapa cerita malah membuat saya berpikir, bahwa penulis sengaja menunjukkan bahwa setiap cerita layak menjadi cerita. Terlepas dari bagaimanapun ia, terlepas dari bagaimanapun pembaca menilainya. Seolah penulis ingin mengatakan, "Menulis sajalah, pembaca suka atau tidak itu urusan belakangan." Dan beliau berhasil mencuci otak saya lagi. Menumbuhkan kembali keinginan saya untuk menulis --- Walau sementara, menulis review ini misalnya. :D
"Dan kehilangan tak pernah lebih pedih dari mencintaimu. Sementara melupakanmu, hanyalah caraku menipu rasa sakit." (pg. 136- Gerimis Dalam E Minor)
-- adalah salah satu kutipan favorit saya.
Seperti sharing dengan kekasih hati, maka buku ini menggambarkan kompleksitas dari bahan obrolan kita, yang tak melulu tentang cinta dan luka, kasmaran, cemburu dan kecewa. Ketika dua hati benar-benar merasa klop maka cerita mengalir begitu saja. Dari yang ringan seputar kegiatan sehari-hari, tentang tetangga sebelah rumah, cerita sahabat, hingga carut marut negeri.
Ada beberapa kisah dalam CBPK, yang menurut saya adalah sentilan halus penulis untuk pemerintah kita. Aha! Penulis memang bisa menjadi apapun dalam dunianya.
Pahlawan hanyalah pecundang yang beruntung. (pg. 164)
"Menurutmu, siapa yang lebih berbahaya: penipu atau penyair?" (pg. 253)
Dari sekian banyak cerita, KALUNG adalah salah satu favorit saya. Mengangkat isu tentang cinta beda agama dengan cara yang begitu manis. Suka keseluruhan kisah yang satu ini. Dari awal sampai titik akhir.
Kalau sebelumnya saya tidak tahu bahwa penulis adalah laki-laki maka otomatis saya akan berpikir beliau wanita! Hanya wanita yang mengerti wanita sama baiknya. Ah, tapi beliau berhasil juga...
"Penderitaan membuat wanita semakin kuat. Kesedihan tak lernah membuat wanita kehilangan harapan." (pg. 2)
"Menikah soal takdir, sedang cinta adakah kebahagiaan yang kita pilih," kataku. (pg. 139)
Selalu ada yang ingin dikekalkan dalam sebuah pelukan.
Dan kelak, aku pun tahu, selalu ada yang tak akan terhapuskan dari kesedihan, bahkan oleh pelukan dan ciuman.
(pg. 141)
"Wanita, kau tahu, tidak sesederhana yang kau duga."
...
"Aku akan hidup dengan rahasiaku ini. Rahasialah yang membuat wanita menjadi wanita. A secret makes a woman a woman... ."
(pg. 145)
Ah yaa, hampir setiap cerita dibuku ini dipisahkan dengan sebuah foto hitam putih dari penulis. Cakep!
Sekarang beralih ke kekurangan buku ini menurut saya...
Baiklah, walaupun saya sangat menyukai kisah dalam cerita #UlatBuluDanSyekhDaunJati, ada satu typo yang bikin saya gregetan banget:
"Gusti Allah ora sare. Tuhan tidak tidur. ... " (pg. 108)
Pada dasarnya, kalimat tersebut benar, tapi tidak baik. Penerjemahan dari kalimat Gusti Allah ora sare benar adalah Tuhan tidak tidur, akan tetapi terdapat kesalahan pemakaian kata 'ora' di situ yang bertentangan dengan subjek dan predikat yang menyertainya. Seharusnya menurut kaidah bahasa jawa yang baik dan benar, maka kalimat itu "Gusti Allah mboten sare". -___-"
Untuk pemilihan nama tokoh dalam beberapa cerita menimbulkan keambiguan. Entah disengaja atau tidak, beberapa nama membuat saya berpikir, si tokoh adalah seorang laki-laki, nyatanya sebaliknya. Hohoho...
Eniwey, CBPK Adalah buku non horor pertama yang sukses membuat saya cepat-cepat turun dari kamar dan memilih numpang tidur di kamar adek. Beberapa kisahnya membuat saya parno sendiri. Hhrrr...
The last, seperti yang tertera di cover, ini #FIKSIDEWASA, pastikan usiamu benar-benar sesuai dengan buku yang kau baca! ;) Okey, segitu dulu....
Selamat tidur, duhai para kekasih...
Big thanx buat yang tak lelah menyebutku dalam doa panjangnya... ;) #eaaaa -
Kurasa jika kalian punya kekasih, dan menceritakan salah satu cerita dalam buku ini tentu mereka akan mengira kau seorang lelaki imajiner yang punya fantasi gila. Tapi, Agus Noor tidak gila, ia menuliskan setiap kalimatnya penuh dengan kewarasan, bahwa dunia tidak selamanya terlihat baik-baik saja.
-
Walaupun pada mulanya saya menganggap buku ini adalah kumpulan puisi dari Pak Agus Noor, (walaupun cuma beberapa bait yg diselitkan) namun, saya harus mengakui imaginasi pak agus dalam mengembangkan idea dalam penulisan cerita pendek (cerpen) dalam buku ini sangat luarbiasa dan genius!. Sekurang2nya saya masih punya masa menghabiskan cerpen2nya! Dan mengharapkan pula koleksi kumpulan puisi dari pak agus lagi selepas daripada ini.
-
Kesepian selalu membutuhkan telinga
Kau ingin mengenal seorang wanita? Perhatikan saja bagaimana ia mengupas mangga. Bagaimana wanita mengupas kepala pria pujaannya? Lihat saja lebih dekat. Kau akan merasa sesak napas karena tegang dan nafsu.
Hmmmm... Itulah gambaran kumcer bersampul perempuan berbaju ungu duduk posisi terbalik. Hampir seluruh kisah diperuntukan bagi perempuan atau paling tidak tentang perempuan. Campuran antara seksi, sadis, absurd, jijik, dan thrilling menyatu dalam 31 cerpen.
Di kisah pertama, Seorang Wanita dan Jus Mangga, telah tergambarkan keseksian sekaligus sadis. Kesadisan lainnya bisa dibaca di cerpen berjudul Cocktail. Judulnya cukup menipu ya, tersedak di bagian akhir, dengan hanya terdiri dari 2 halaman cerpen. Serasa ini semacam flash fiction yang dulu sempat saya gandrungi dengan rata-rata ending yang membuat saya ingin menjederkan kepala saya :D
Kesadisan berlanjut di kisah-kisah seputar kerusuhan dengan korban paling banyak wanita: perkosaan dan kematian. Kerusuhan yang menandai bangkitnya Orde Baru menyisakan kesadisan dalam bentuk tak sama, tapi berbuntut kesesakan yang sama. Kapanpun, dimana pun kerusuhan itu ada, akibatnya akan sama saja.
Kerusuhan oleh antek partai politik menyisakan kebencian yang menelurkan pagebluk. Pagebluk yang memunculkan tokoh superhero sekaligus penyesalan seorang tokoh terhormat. Sesuatu yang janggal yang bisa terjadi di kumcer ini.
Sindiran akan sosial masa kini tak luput menjadi satu ide cerita disini. Masing-masing dari kita adalah Pengintai akan ketentraman tetangga. Tak ada gosip paling lezat, kecuali kemalangan dan keburukan tetangga. Nyonya Fallacia menjadi wakil dari tingkah kita yang tak habis meneropong tetangga dan bergunjing! (untungnya saya ngga termasuk hehehe... Ga bisa mematai dengan mata minus parah begini hihihi).
In short, buku ini sangat menipu dilihat dari judulnya. Tak lagi menipu jika kau kenal betul dengan nama Agus Noor, penulis cerpen yang sering muncul di harian Nasional. Dengan segala signature-nya, Agus Noor sukses membuat saya tersedak, perut melintir karena jijik, dan mengelus dada karena keabsurdan yang disuguhkan. Belum lagi foto-foto cantik nan eksotik yang sayangnya justru membawa imajinasi saya liar, cenderung seram sebenarnya. Sayangnya, saya ngga lagi kuat menikmati suguhan ini setelah menyelesaikan Akuarium. Otak saya tak lagi bisa bekerja dengan prima. -
Biasanya untuk sebuah antologi, saya membutuhkan waktu yang sangat singkat untuk selesai membacanya. Kadang sehari, maksimal tiga hari. Tapi buku ini, buku yang saya beli karena nama besar Agus Noor ternyata membutuhkan waktu sampai 4 hari menyelesaikannya. Kenapa?
Pertama karena membaca kisah-kisah dalam cerita ini ternyata tidak bisa buru-buru. Setiap kata, setiap kalimat, setiap cerita seperti meminta untuk dibaca perlahan. Sangat puitis
Kedua, karena setiap saya berhenti sejenak dari membaca buku ini, ternyata daya tarik buku ini tidak terlalu kuat untuk membuat saya segera ingin menyelesaikannya.
Semua cerita dalam buku ini sangat 'Agus Noor'. Sexy, kelam, twist ending, puitis, dramatis, tragis, dan bikin meringis. Jika ada buku yang judulnya manis tapi bisa membuat pembaca mimpi buruk tentang istri yang diawetkan di dalam akuarium atau tentang ulat bulu yang memenuhi dinding rumah sehingga dinding rumah itu terlihat berdenyut atau tentang perempuan yang matanya dicongkel keluar...hanya ini bukunya. Namun tidak hanya melulu soal cinta dan kisah-kisah yang tragis, buku ini juga berisi sindiran-sindiran terhadap situasi politik dan keamanan di Indonesia. Seperti MEMORABILIA KESEDIHAN yang bercerita tentang kisah di balik peristiwa Bom Bali atau MATINYA SEORANG DEMONSTRAN yang bercerita tentang kehidupan aktivis di masa Orde Baru.
Oh, ya...foto-foto yang bertebaran di sepanjang halaman buku ini, mungkin karena fotonya hitam putih, mungkin karena foto-fotonya termasuk 'berani',atau mungkin karena imajinasi saya yang terlanjur liar sehingga selain memanjakan mata juga menambah suasana mencekam yang tercipta dari tulisan-tulisan Mas Agus (biar akrab).
Akhirnya, cerpen favorit saya adalah GERIMIS DALAM E MINOR. Entah kenapa, cerpen ini menurut saya begitu utuh. Bukan cerpen dengan twist ending. Bukan juga cerpen yang kisahnya miris atau sadis. Tapi cerpen ini indah dengan segala analoginya, konfliknya yang smooth, dialog-dialog cerdasnya, dan diakhiri dengan ending yang sudah terduga namun tetap saja menyentuh. Dan lagian, cinta rahasia, siapa yang tidak punya? ; )
"Kesedihan memang terasa lebih pedih dalam ingatan. Tahukah kau, gerimis menjadi lebih menyedihkan saat kau tak ada. Dan dalam ingatanku, gerimis itu selalu datang." (GERIMIS DALAM E MINOR) -
YAY. YAY. YAY. YAY. YAY. Kelar. Semoga saya gak salah inget kalau buku ini hadiah valentine barengan sama I Am Malala. Karena ceritanya gaji pertama saya yang cuma 100ribu dari ngajar mau saya beliin buku buat monumen, tapi pas di toko buku malah dibayarin (pasang muka gak tahu diri) YHA. Thanks btw. Maunya sih saya gak enak tapi nolak gratisan itu susah. Ini canda lho ya.
Hm.
Hm.
Pas baca "Exit" saya sedih. Karena bukunya udah kelar. Saya menikmati setiap cerpen di dalam buku ini.
Cerita pertama. Nampar. Tentang bagaimana cara mengupas mangga yang benar. Sempet jadi joke sama Riri Wibianto & Orinthia Lee tentang bagaimana mendeskribsikan memeras santan dengan seksi.
Buku ini memang gado-gado, sayuran yang berbeda, namun satu rupa, satu warna. Saya suka topik-topik yang diangkatnya, karena semuanya tentang perempuan, baik itu yang suaminya selingkuh, yang hidupnya dikekang setelah pernikahan, ada yang memilih tidak menikah. Lalu tentang kunang-kunang, tragedi 98, mereka yang dijarah dan diperkosa. Korban-korban pemerkosaan yang tidak mendapatkan keadilan. Dll. Dll. Saya suka kisah Azizah & Thomas bagaimana mereka menyikapi perbedaan, berbeda agama namun saling mencintai. Meskipun endingnya yah.. pedih-pedih mengharukan. Dan buku ini juga membicarakan tentang mata dan mereka yang buta. Saya yang jarang baca cerpen jadi suka. Buku ini bisa jadi kitab wajib nih, kalau mau nulis cerpen.
Dan apa ya..
Saya banyak bikin garis bawah yang pasti. Ehe. Senang karena sepertinya satu aliran & satu pemikiran jika saya dan Agus Noor menyeduh kopi dalam satu meja. Yah. Gak semua sih.
Maunya sih saya ulas satu persatu. Tapi gak sempat. Hng. Nanti lah. Banyak berwacana ini. -
Seksi tapi kelam, cantik tapi misterius, romantis tapi sadis; itulah kesan singkat dari buku ini, yang sebetulnya--bagi saya--adalah ciri khas dari si Agus Noor. Ia begitu lihai dalam hal-hal tertentu, semisal: membuat "sadisme" yang sebetulnya sederhana, tak seperti sadisme-sadisme yang berujung kematian, namun membuat ngeri dan nyeri. Atau "kelam" yang membuat saya berpikir, bagaimana kalau orang-orang di sekitar kita ada yang menyerupai tokoh-tokoh dalam buku ini?
Buku ini juga dihiasi beberapa cerita pendek yang amat pendek--panjangnya hanya satu halaman, bahkan ada yang hanya setengah halaman--yang bisa dibilang kejutan di dalamnya main tampar begitu saja, membuat saya terkagum-kagum dengan "kekuatan" si penulis.
Tak ketinggalan juga dengan foto-foto yang menghiasi sekian halaman di buku ini--bagi saya foto-foto itu bukanlah ilustrasi dari cerita-cerita yang ada. Foto-foto tersebut terkesan "sensual" dan "menarik", sangat cocok dengan nuansa-nuansa cerita si penulis. (Sekedar Anda tahu: fotografer dari foto-foto di buku ini adalah adimodel.) -
Saya tahu, seharusnya saya bisa bintang lebih untuk bukunya. I'm a big fan of Agus Noor. Tapi rasanya saya juga nggak salah kalau saya mengharapkan lebih dari idola saya. Saya memang berharap lebih tadinya. Saya bayangkan, saya akan bisa melahap buku ini sembari corat coret sketsa, seperti saat saya menghabiskan Memorabilia. Saya membayangkan, saya membalikkan halaman pamungkas dengan puas, seperti saat saya menghabiskan Memorabilia.
Tapi nggak bisa.
Saya suka memang beberapa cerpennya, tapi karena cerpen-cerpen tersebut sudah pernah saya baca di buku lain. Seakan tak memberikan sesuatu yang baru buat saya, jadinya.
Bahkan foto-foto level advanced yang ada dalam buku ini pun tak mampu juga memuaskan saya. Konsepnya amazing sih, mengkombinasikan fotografi dan seni sastra. Memanjakan mata banget.
Tapi, bagaimanapun, tulisan Agus Noor memang menghanyutkan. Rasanya saya tak tega kasih tiga bintang begini. Tapi ya gitu deh, saya hanya mengharapkan sesuatu yang baru aja.