Title | : | Balik Kampung 2B: Contemplations |
Author | : | |
Rating | : | |
ISBN | : | - |
ISBN-10 | : | 9789810776541 |
Language | : | English |
Format Type | : | Paperback |
Number of Pages | : | 144 |
Publication | : | First published January 1, 2013 |
Balik Kampung 2B: Contemplations Reviews
-
Aku punya alasan sendiri kenapa saat usia produktif I dont want to go back and work in Surabaya.
Salah satunya: nggak punya transportasi publik.
Sejak 2016 berada di Bekasi, Depok, Jakarta kemudahan transportasi adalah hal yg penting buatku. Makanya kalau pulang ke Surabaya pasti cuma buat libur lebaran/tahun baru.
Tapi barangkali semakin bertambahnya usia & pengalaman hidup, bisa saja aku berubah pikiran. Bisa saja aku melihat Surabaya dengan perspektif lain.
Begitu pula dengan 9 penulis yang menulis dalam antologi Balik Kampung 2B: Compilations.
Verena Tay selaku editor mengaku bahwa ia nggak menyangka serial Balik Kampung yg ia susun pertama kali punya respon positif. Baik dari pembaca maupun penulisnya. Di halaman pengantar, Tay bilang kalau tema "balik kampung" memunculkan banyak ide cerita. Tentang identitas diri, keluarga, masa kecil, "rumah."
Balik Kampung 2B mengkhususkan membahas hasil kontemplasi 9 penulis yg pernah dan masih tinggal di area masa kecilnya di Singapura. Setiap tulisan nggak serta merta berupa esai. Ada cerita sureal & "adegan" drama menarik. Setiap akhir tulisan diberikan keterangan apa hubungan antara penulis dg setting tempat itu.
Aku sendiri belum pernah benar-benar traveling saksama di Singapura. Selama ini ya sebagai turis. Ke mana lagi kalau nggak ke Kinokuniya ๐ Meski begitu, aku nggak kebingungan ketika mendapatkan gambaran yg "membumi" melalui buku ini. Bukan yg gemerlap & riuh & toko barang mewah. Cara bertutur para penulis dalam mengambarkan area cukup memikatku buat membayangkannya.
Setelah cukup lama mengamati terbitan Math Paper Press, akhirnya bisa membaca juga salah satu judulnya dalam bentuk cetak. Sejak menonton komedi spesialnya Harith Iskander (komedian Malaysia) di Netflix, aku jadi tertarik buat menggali bacaan dari negara tetangga. Termasuk Singapura. Kebetulan sekali POST masih punya 1 eks buku ini ๐
Ah satu hal lg yg ingin kubagikan: aku menghabiskan buku ini pada hari ketiga 2023 dg duduk santai di Hutan Kota GBK sepulang kerja. Me time setelah meeting seharian.
Di Surabaya, mana bisa kayak gini ๐ -
Again, like the previous Balik Kampungs, there are promising ideas and even a few full gems of stories in this volume. A troll under a bridge at Ang Mo Kio! A woman who killed her baby! A lady who turns two-dimensional! Angels in Balestier (though I really disliked the obtuse, indulgent philosophical meanderings in this one)! Stories that clamber into your head and sit there.
Sadly, these glowing embers are as usual marred by generic angsty voices with their archetypal "Artist despising other Singaporeans who are so boring and didn't read Philo". These characters don't seem to have paused to reflect on how banal they themselves sound. Although s/he would probably not admit it, the #woke Frustrated Pseudo-intellectual who has Read Tolstoy is as much part of the Generic Singaporean Cast as The Boring Civil Servant or the Scheming Mother-in-law.
Overall, a readable read. -
Generally more surreal and immersively abstract compared to 2A
Under The Bridge (3.5/5)
Gedong Gold (3/5)
The Vomiting Incident (4/5)
Wayang Satu (3.5/5)
Cure us of prayers (3/5)
Certainty (4.5/5) - tight storytelling
Such great heights (3/5) - abrupt ending
Mama at Owen Road (3.5/5)
Flying in the face of denouement (2/5) -
Really enjoyed "Certainty," "Cure Us of Prayers," and "The Vomiting Incident." The rest were largely insufferable, like creative writing class exercises.